Minggu, 08 Januari 2012

ARTEFAK IKONOGRAFIS MASA HINDU-BUDDHA: SIMBOL SUCI PERANGKAT RITUS KEAGAMAAN

Abstrak: Arca dan relief merupakan perangkat ikonografis masa Hindu Buddha yang berwujud simbol suci. Fungsi utamanya adalah sebagai media komunikasi vertikal, yakni antara manusia dan dewata yang dipujanya. Sebagai suatu simbol suci, arca dan relief bisa menjangkau aspek-aspek dari kenyataan terdalam, yang tak bisa dijangkau dengan alat pe-ngenalan lain. Simbol suci menjadi cendela pembuka pandangan terhadap dunia transeden atau menjadi ungkapan duniawi atas realitas yang transedental. Lewat simbol suci, unsur-unsur gaib dari dunia gaib menjadi tampak nyata dalam arena upacara. Dengan perkataan lain menjadi perpanjangan dari penampakan Yang Illahi. Sebagai perwujudan simbolik, arca dan relief penuh dengan muatan yang berupa sistem nilai, emosi, perasaan, dan berkenaan pula dengan hal yang hakiki dalam kehidupan. Untuk mengenali makna religiusnya, diperlukan kesanggupan dan kemampuan guna memahami kebudayaan bersangkutan, utamanya pemahaman terhadap struktur upacara.
Kata kunci: Artefak, Ikonografi, Simbol, Ritus Keagamaan.
Sistem upacara keagamaan secara khusus mengandung empat aspek, yaitu: (1) tempat upacara keagamaan dilakukan, (2) saat upacara keagamaan dijalankan, (3) benda-benda dan alat upacara, serta (4) orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara (Koentjaraningrat, 1990:378). Benda dan perangkat upacara adalah sarana dan peralatan yang dipergunakan dalam ritus dan upacara religi. Sarana upacara berupa tempat untuk melakasanakan pemujaan, yang berupa bangunan dengan fungsi yang khusus untuk suatu perbuatan sakral. Adapun peralatan upacara adalah benda-benda yang dipakai dalam upacara, yang antara lain berupa patung-patung yang melambangkan dewa-dewa atau roh nenek-moyang, alat bunyi-bunyian sakral (seperti lonceng suci, seruling suci, genderang suci), pakaian yang dikenakan pelaku upacara, wadah untuk tempat sajian, dan sebagainya.
Dalam bukunya yang lain, Koentjaraningrat (1987:80) menyatakan bahwa peralatan ritus dan upacara merupakan salah satu di antara lima komponen religi. Komponen-komponen yang lain adalah emosi keagamaan, sistem keyakinan, sistem ritus dan upacara, serta umat agama. Alat upacara bukan saja penting dalam ritus keagamaan, namun penting pula dalam ritus magi. Menurut R. Firth (1964:173-5), dalam ritus magi terdapat tiga hal yang esensial, yaitu: (1) alat yang bersifat teknis, non-teknis, ataupun obat-obatan; (2) upacara, dengan maksud untuk menghubungkan magi dan tujuan; serta (3) mantra-mantra.
Paparan di atas menggambarkan bahwa perangkat ritus dan upacara adalah salah satu komponen yang integral dalam sistem religi, dan seka-ligus merupakan satu hal yang esensial dalam ritus magi. Sebagai perangkat dalam kegiatan peribadatan, perangkat ritus dan upacara dipandang sebagai benda yang suci atau keramat. Dianggap suci karena bersifat khusus dan templum, dalam arti tidak boleh digunakan sembarangan, kecuali bagi keperluan atau tujuan keagamaan.
ARCA DAN RELIEF CANDI SEBAGAI PERANGKAT RITUS KEAGAMAAN
Salah satu bentuk perangkat ritus dan upacara keagamaan adalah patung. Berdasarkan bentuknya, ada patung yang dipahat dua dimensi dan ada pula yang tiga dimensi (sculpture on round). Untuk patung dua dimensi, penggambarannya dapat berupa relief kategori relief tebal (hout relief). De-ngan demikian, relief juga digunakan sebagai media dalam upacara keagamaan. Sebenarnya, bukan hanya relief yang melambangkan dewa-dewa saja yang berfungsi sebagai perangkat upacara keagamaan, namun termasuk juga relief lain yang dipandang suci dan berfungsi sebagai media katarsis (persucian jiwa) dan penghubung antara pemuja dan Yang Dipuja. Atau dengan perkataan lain, secara religis relief dipergunakan sebagai media pemujaan atau penghormatan kepada Dyat Yang Adi Kodrati.

Arca dan relief termasuk dalam cakupan arti istilah “ikonografi”. Secara harfiah istilah “iconography” berarti ilmu tentang arca (Echols dan Shadily, 1984: 309). Ratnaesih Maulana (1984:1) mendefinisikan ikonografi sebagai pemerian suatu benda yang menggambarkan tokoh dewa atau seorang keramat dalam bentuk lukisan, relief atau mozaik, yang khusus dimaksudkan untuk dipuja, atau dalam beberapa hal dihubungkan dengan upacara-upacara keagamaan yang berkenaan dengan pemujaan dewa-dewa atau orang suci tertentu.
Penekanan arti pada “penggambaran” tersebut sesuai dengan arti kata “icon (ikon)”–berasal dari bahasa Latin “eikon”, yang berarti gambar, bayangan, atau potret. Menurut Banerjaa (1974:1) kata “eikon” paralel dengan istilah Sanskreta “arca, bera, vigraha, dan sebaginya”, yaitu representasi yang sesuai bagi dewa yang dipuja oleh pemuja (bhakta). Istilah-istilah Sanskreta tersebut mengandung arti perwujudan jasmani dari dewa yang dipuja oleh para bhakta. Pemberian wujud jasmani itu dimaksudkan agar lebih mengarah kepada hal nyata. Untuk itu maka dewa yang bersangkutan dirupakan sebagai tanu atau rupa, artinya badan dewa yang digambarkan (Maulana, 1984:1).
Fungsi utama arca adalah sebagai perangkat ritus dan upacara religi dalam rangka komunikasi vertikal antara manusia (pemuja, bhakta) dan Dewata, orang keramat atau hal lain yang disucikan. Soetjipto Wirjosoeparto (1956:6) juga menekankan fungsi arca yang demikian, sebaimana tergambar dalam definisinya mengenai seni arca. Menurutnya seni arca berkenaan de-ngan penciptaan aca dewa yang dipergunakan untuk mengadakan hubungan dengan dewa-dewa. Fungsi yang demikian berlaku pula pada seni lukis yang menghiasi tembok-tembok rumah perdewaan dengan cerita dewata. Yang dimaksud dengan “seni lukis” dalam konteks ini adalah pahatan pada din-ding rumah peribadatan, yang dikenal pula dengan sebutan “relief”. Tegasnya, bukan hanya arca yang dipergunakan sebagai media komunikasi vertik-al, namun termasuk seni lukis dan seni pahat yang berbentuk relief. Persamaan mengenai fungsi arca dan relief yang demikian itu dapat difahami, karena menurut Linda Murray dan Peter (dalam Sumarahwa-hyudi 1993/94:1) istilah “seni patung” berarti seni untuk menciptakan bentuk tiga dimesional atau dalam bentuk relief.
Apakah semua pemujaan dalam religi mempergunakan arca atau relief sebagai media upacaranya? Kendatipun dalam agama Hindu maupun Buddha arca dan relief merupakan media yang penting untuk hubungan vertikal, namun bukan berarti bahwa setiap ritus dan upacara keagamaan memakai arca dan relief. Dalam kaitan itu, Hariani Santiko (1995:25) menyatakan bahwa arca hanya dipakai sebagai perangkat upacara pada puja luar (bhahyapuja). Sedangkan untuk puja dalam (antarpuja). orang tidak perlu menggunakan arca atau relief sebagai medianya. Pemujaan dengan memakai patung sebagai media upacara termasuk dalam kategori “arcana”, artinya pemujaan arca atau simbol kedewaan (Goris, 1974:13-4). Dalam kitab Bhuwanakosa misalnya, dinyatakan bahwa puja luar merupakan upacara agama yang dilakukan dengan menggunakan patung. Perilaku keagamaan yang demikian dipandang paling rendah nilainya. Peringkat di atasnya adalah mudra, mantra, kutamantra dan pranawa. Bagi mereka yang telah tinggi tataran pengetahuan sucinya, semisal kaum rsi, pemujaan kepada dewata cukup dilakukan di dalam pikirannya (manasa atau antarpuja), sehingga tidak lagi memerlukan arca atau benda- benda lainnya sebagai sarana pemujaan (Santiko, 1995:21-25).
ARCA DAN RELIEF CANDI SEBAGAI SIMBOL SUCI
Arca dan relief adalah karya seni yang merupakan bentuk atau ekspresi simbolik. Sebagai suatu simbol, arca dan relief merupakan bentuk yang konkrit, yang merupakan pembabaran dari ide yang lahir karena adanya aktifitas jasmani. Sebagai lambang kehidupan batin penciptanya, arca ataupun relief melambangkan visi yang dikehendakinya (Bruyne, 1977:49-52, 190). Oleh karena itu dapat dimengerti bila arca dan relief [yang merupakan perwujudan simbolik itu] berkenaan dengan dunia transedental (= supra sensual). Bagi manusia, simbol memiliki arti penting dalam kehidupan. Manusia tak mampu mendekati Yang Kudus secara langsung. Untuk itulah maka diciptakan simbol (Susanto, 1987:61), dengan maksud untuk dapat mendekati-Nya secara tidak langsung.
Berkenaan dengan aspek transedental dari simbol, Mircia Elliade (dalam Daeng, 1991:16-7) menyatakan bahwa simbol mengungkapkan aspek-aspek terdalam dari kenyataan yang tidak terjangkau oleh alat pe-ngenalan lain. Simbol ibarat cendela yang membuka pandangan terhadap dunia transenden menuju ke kekuasaan yang ada di atas, atau yang berada di luar diri manusia (Peursen, 1985:42). Dalam religi penciptaan dan penggunaan simbol dimasudkan sebagai media komunikasi religius lahir-batin (Bakker, 1978:117).
Terdapat adanya hubungan antara simbol dan religi. Upaya pe-nghadiran kembali pengalaman keagamaan dalam bentuk kultus me-rupakan tindakan yang simbolis. Dalam hal ini simbol merupakan perwujudan dari makna religius, dan sekaligus menjadi sarana untuk mengungkapkan sikap-sikap religius. Dalam upaya untuk berelasi dengan Illahinya, manusia me-ngungkapkan lewat bentuk-bentuk yang simbolis. Berkait dengan itu, Eliade (dalam Dhavamony, 1995:167) menyatakan bahwa simbol dipergunakan untuk memberi kemungkinan “suatu perpanjangan dari penampakan Yang Illahi”. Oleh karenanya ritual acapkali dinyatakan sebagai tatanan atas simbol-simbol yang diobjektifikasikan.
Simbol dapat berperan sebagai pengungkap perilaku dan perasaan serta membentuk disposisi pribadi para pemujanya sesuai dengan modelnya masing-masing (Dhavamony, 1995:174). Karenanya cukup alasan untuk menyatakan bahwa simbol merupakan bagian dari dunia makna yang manusiawi. Di antara sistem reseptor dan efektor yang terdapat pada semua spesies binatang, pada manusia terdapat mata rantai ketiga, yang disebut sebagai “sistem simbolik”. Bahasa, mite, seni dan agama adalah bagian dari dunia simbolik. Kesemuanya menyusun jaring-jaring simbolis, membentuk tali-temali rumit dalam pengalaman hidup manusia. Dalam hal demikian, ada kecenderungan dalam diri manusia untuk menciptakan dan menggunakan simbol.
Ernast Cassirer menyebut manusia sebagai “animal symbolicum (hewan bersimbol)”. Sementara Eliade menyebut sebagai “homo symbolicus”, artinya makhluk yang mengerti dan membentuk simbol. Hal yang demikian terbukti di dalam kehidupannya sehari-hari. Manusia berfikir, berperasaan, bersikap dan bertingkah laku dengan ungkapan yang simbolis. Atau dengan perkataan lain, manusia tidak hidup dalam dunia material semata, melainkan juga dalam dunia spiritual dan dunia simbolik. Dalam diri manusia terdapat sistem simbolik. Untuk mengungkap makna hidup manusia memakai simbol atau tanda. Pemikiran dan tindakan simbolik adalah khas insani, Bahkan, seluruh kemajuan kebudayaan mendasarkan kepada kondisi-kondisi itu (Cas-sirer, 1987: 38-41).
Hubungan yang erat antara manusia dan simbol merupakan alasan tepat untuk menyatakan bahwa kebutuhan manusia yang benar-benar tidak dapat ditinggalkan adalah kebutuhan akan simbol. Aktifitas membuat simbol adalah hal primer dalam diri manusia. Berkait itu, Susanne K. Langer (dalam Rahmanto, 1992:160) menyatakan bahwa menciptakan simbol merupakan proses berfikir yang fundamental, yang berlangsung dalam diri manusia sepanjang masa. Sementara, Cliford Geertz (1973:452) menyatakan bahwa kebudayaan adalah seperangkat teks simbolik. Dikatakan demikian karena simbol terpancar dalam berbagai aspek budaya manusia, tak terkecuali dalam dunia kesenian.
Berkenaan dengan simbol dalam kesenian, Susanne K. Langer (dalam Pratedja, 1983:74) mendifisikan seni sebagai bentuk simbolis dari perasaan manusia. Apabila ditilik dari “Teori Signifikasi (Significa-tion Theory)”, seni adalah lambang atau tanda dari perasaan manusia. Karya seni merupakan tanda serupa (iconic sign) dari proses psikologis yang berlangsung di dalam diri manusia, khususnya tanda perasaannya (Gie, 1983:78). Jika demikian, sebagai karya seni, arca dan relief adalah bentuk simbolis yang menjadi lambang perasaan manusia dalam hubungannya dengan perasaan keagamaannya.
Pada masyarakat yang religius, simbol dipandang sebagai ungkapan indrawi atas realitas yang transenden (ENI, 1991:49). Yang membuat sistem religus adalah rangkaian dari simbol-simbol sakral, yang jalin-menjalin menjadi sebuah keseluruhan tertentu yang teratur (Geertz, 1992:53). Sebagai simbol, seni keagamaan (religius art) merupakan lambang bagi penciptaannya akan Dunia Illahi. Seni simbolik merupakan manifestasi langsung, yang bertumpu pada penghayatan akan hakekat jiwa dan jasmani sebagai suatu keseluruhan. Meski demikian, aspek-aspek simbolik tersebut tidak musti terbabar secara spontan, dalam arti aspek yang satu kadang lebih ditonjolkan daripada aspek-aspek yang lain, bergantung kepada jenis-jenis aspek pada saat kehadirannya dan siapa penciptanya (Bruynne, 1977:49-52). Karya seni keagamaan dengan demikian merupakan media komunikasi antara seniman dengan orang lain, atau bahkan dengan Illahinya.
Dalam religi terdapat apa yang dinamakan dengan “simbol suci”. Ciri-ciri simbol suci adalah sebagai berikut: (a) muatannya penuh dengan sistem-sistem nilai baik apabila dibandingkan dengan simbol biasa, (b) penuh de-ngan muatan emosi dan perasaan, serta (c) berkenaan dengan masalah yang paling hakiki. Arca dan relief sebagai perangkat religi termasuk dalam kategori simbol suci, yang dipakai untuk komunikasi simbolik dengan “Penghuni Dunia Atas”. Dalam suatu ritus, simbol suci digunakan untuk kepentingan komunikasi antar pelaku upacara, antara manusia dan benda, antara dunia nyata dan dunia gaib. Lewat simbol suci, unsur-unsur gaib dari dunia gaib akan tampak nyata dalam arena upacara (Suparlan, 1981/82:12-3). Simbol suci menyuarakan pesan-pesan keagamaan yang berkenaan dengan etos atau pandangan hidup sesuai dengan keinginan pelaku upacara. Simbol suci merupakan garis penghubung antara fikiran manusia dan kenyataan yang terletak di luar (Geertz, 1992:362). Oleh karena itu, pemikian manusia dapat dilihat sebagai lalu lintas dalam bentuk simbol-simbol yang sinifikan, termasuk hubungan antara manusia dan Illahinya.
RUJUKAN BAGI PEMAKNAAN REPRESENTASI IKONOGRTAFIS
Sumber pengertian simbol adalah pada kebudayaan bersangkutan, sebab simbol merupakan sesuatu yang ditempeli arti tertentu menurut kebudayaan masyarakat pemangkunya. Oleh karenanya, tanpa pemahaman akan budaya bersangkutan tidak mungkin seseorang dapat memahami makna suatu simbol (Suparlan, 1980/81:241, 1981/82:4-5, 8). Dalam setiap kebudayaan berbagai simbol cenderung dibuat dan dimengerti oleh warganya berdasarkan konsep-konsep yang memiliki arti tetap dalam kurun waktu tertentu. Untuk itu, dalam memakai simbol pada umumnya orang melakukan berdasarkan aturan, baik untuk membentuk dan mengkombinasikan berbagai simbol maupun untuk menginterpretasikan simbol yang dihadapi atau yang merangsangnya (Suparlan, 1980/81:241). Dalam Antropologi, pengetahuan tentang simbol dinamakan “kode kebudayaan”.
Arca dan relief merupakan tanda (sign), baik yang ikonik ataupun yang simbolik, yang diposisikan sebagai perangkat ritus dan upacara keagamaan. Sebagai tanda, arca dan relief memiliki makna, yang dalam hal ini adalah makna ikonik ataupun makna simbolik. Sumber untuk memaknainya semestinya diambil dari budaya masyarakat pe-mangkunya. Dengan perkataan lain, pengungkapan makna religis dari arca dan relief mustilah dilakukan secara kontekstual, sesuai dengan konteks ruang dan waktunya, sesuai dengan konteks budaya padamana artefak ikonografis itu berada. Sebagai teks simbolik, “pembacaan” terhadap makna religis arca dan relief memerlukan ke-sanggupan dan kemampuan dari si pengungkap makna dengan berpedoman kepada struktur upacara yang bersifat kognitif, metaforik, muatan pesan dan model keteraturan sosial yang ada di dalamnya (Suparlan, 1982).
Dalam hal pengungkapan makna artefak masa lampau yang berupa arca dan relief sebagai ikon atau simbol suci, selain mendasarkan pada kebudayaan masyarakat pemangkunya, perlu pula mengkorelasikan dengan lingkungan fisis-alamiah sekitarnya, sebab terdapat kaitan antara kebudayaan dan lingkungan. Dalam hubungan itu Heriyanti Untoro Dradjat (1986:19) menyatakan bahwa untuk merekonstruksi kehidupan manusia pada masa lampau perlu untuk memperhatikan aspek ekologi, agar mengerti dangan jelas konteks lingkungan masa lalu dari artefak bersangkutan. Integrasi data arkeologi dan data ekologi perlu untuk dilakukan, sebab dengan cara demikian akan menimbulkan berbagai alternasi bagi penarikan simpulan penelitian tentang manusia masa lalu. Jadi, perlu ditelusuri hubungan antara kegiatan [budaya] manusia dan lingkungan alamnya. Hal yang penting untuk dilakukan adalah memperhatikan komponen-komponen alam di sekeliling situs (Mudardjito, 1982: 89). Dasar pemikirannya adalah bahwa situs meru-pakan bagian dari bentang alam yang pembentukan dan fungsinya dapat tercermin dari situs itu sendiri dengan bentang alam di sekelilingnya (Dradjat, 1986:21).
Sebagai tanda (sign), disamping berupa simbol, terdapat arca dan relief candi yang berupa ikon (icon) dan indeks (index) (Spradley, 1972:14-5). Suatu tanda dikategorikan sebagai ikon apabila yang ditandai (referent) dan yang menandai (sign) memiliki kesamaan ben-tuk. Dikatakan sebagai indeks bila yang menandai merupakan “perpanjangan” dari yang ditandai. Sedangkan dikatakan sebagai simbol bila antara yang ditandai dan yang menandai samasekali tidak memiliki keterkaitan atau persamaan dalam bentuk (Suprapta, 1996:40-1). Perbedaan ketiganya membedakan tentang cara pe-ngungkapan maknanya. Untuk itulah maka hal pertama yang perlu untuk dilakukan oleh peneliti adalah mengkategorisasikan arca dan relief tersebut, apakah termasuk kategori ikon, indek ataukah simbol.
DAFTAR RUJUKAN
Bakker S.J., J.W.M., 1978, Filsafat Kebudayaan, Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius, BPK. Gunung Mulia.
Bruyne, Edgar, 1977, Filsafat Seni. Terjemahan: Soekadarman. Malang: Sub-Proyek Penulisan Buku Pelajaran. P3T IKIP Malang.
Cassirer, Ernast, 1987, Manusia dan Kebudayaan, Sebuah Esei tentang Manusia. Terjemahan: Alosius A. Nugroho. Jakarta: Gramedia.
Daeng, Hans, 1991, “Manusia, Mitos dan Simbol,” Majalah Basis Januari No. 1 Tahun XL.
Dhavamony, Mariasusai, 1995, Fenomenologi Agama. Yogyakarta: Ka-nisius.
Drajad, Heriayanti Untoro, 1986, ”Asoek Ekologi dalam Penelitian Arkeologi, ”Pertemuan Ilmiah Arkeologi IV. Cipanas 3-9 Maret 1986. Jakarta; Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Jakarta, Depdik-bud.
Echols, John M dan Shadaly, Hasan, 1984, Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.
Ensiklopedia Nasional Indonesia (ENI), 1991.
Fith, R (ea), Tjiri-Tjiri Alam dan Alam Hidup Manusia, Suatu Pengantar Antropologi Budaya. Bandung: Sumur Bandung.
Geertz, Cliford, 1973, The Interpretation of Culture. New York: Basic.
Goris, R., 1974, Sekte-sekte di Bali. Terjemahan: ny. P.S. Kusumo Sutojo. Jakarta: Bhratara.
Koentjaraningrat, 1985, Ritus Peralihan di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Maulana, Ratnaesih, 1984, Ikonografi Hindu. Jakarta: FS–UI.
Mundardjito, 1981, Etnografi, Peranannya dalam Pengembangan Arkeologi di Indonesia,” Majalah Arkeologi Th. IV No. 1-2.
Peursen, C.A. van, 1975, Strategi Kebuadayaan. Jakarta: Kanisius.
Santiko, Hariani, 1995, Seni Bangun Sakral Masa Hindu-Buddha di Indonesia (Abad VIII-XV Masehi): Analisis Arsitektur dan Makna Simbolik,” Naskah Pidato pada Upacara Pengukuhan sebagai Guru Besar Madya Tetap pada Fakultas Sastra UI tanggal 9 Desember 1995.
Spradly, James P, 1972, “Foundation of Cultural Knoledge,” Cultural and Cognition. San Francisco: Chandler.
Sumarahwahyudi (ea), 1993/94, Pengetahuan Dasar Seni Patung. Malang: Proyek OPF IKIP Malang.
Suparlan, Parsudi, 1980/81, “Kebudayaan, Masyarakat dan Agama: Agama sebagai Sasaran Penelitian Antropologi,” Majalah Ilmu-Ilmu Sastra Jilid X No. 1 Juni 1980/81.
Suprapta, Blasius, 1996, “Lukisan Dinding Gua di Daerah Pangkep: Suatu Kajian Makna Lukisan,” Tesis Magister Arkeologi. Depok: Universitas Indonesia.
Susanto, P.S. Hary, 1987, Mitos Menurut Pemikiran Mircea Alide. Yogyakarta: Kanisius.
Wirjosoeparto, Soetjipto, Sedjarah Seni Artja India. Djakarta/Jogjakarta: Kalimasodo.
_________, 1981/82, “Struktur Sosial, Agama dan Upacara: Geertz, Hertz, Cunningham, Tunner dan Levi-Strauss,” Ilmu Sosial Dasar I. Jakarta: Konsorsium Antar Bidang, Depdikbud.
_________, 1987, Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: UI Press.
_________, 1990, Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

SOAL-SOAL SEJARAH SMP

Soal SMP

1. Sidang pertama BPUPKI membahas masalah ... .
a. rumusan dasar negara c. wilayah negara
b. rancangan undang-undang dasar Negara d. pemilihan presiden dan wakil presiden

2. Salah satu kebijakan Koiso yang berbeda dengan para pendahulunya mengenai tanah jajahan Indonesia yaitu ... .
a. menghapuskan kerja paksa romusha c. menyerahkan Indonesia kepada Sekutu
b. memberikan janji kemerdekaan d. memasuhkan Indonesia dalam pemerintahan Jepang

3. Tugas utama Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia adalah ... .
a. mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan negara Indonesia merdeka
b. menyusun teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
c. memberikan pertimbangan kepada pemerintah Jepang
d. menerima penyerahan kekuasaan dari Jepang

4. Rumusan sila dasar negara dalam Piagam Jakarta yang diganti pada awalnya berbunyi ... .
a. mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
b. ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat-syariat Islam bagi para pemeluknya
c. persatuan Indonesia
d. Ketuhanan Yang Maha Esa

5. Faktor utama yang menyebabkan Jepang menyerah kepada Sekutu yaitu ... .
a. Indonesia menuntut segera diberi kemerdekaan
b. Italia dan Jerman tidak mau membantu Jepang
c. dibomnya kota Hiroshima dan Nagasaki
d. desakan dari Amerika Serikat untuk segera menyerah

6. Sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei - 1 Juni 1945 menampilkan 3 pembicara mengenai dasar negara, yaitu ... .
a. Mr. Mohammad Yamin, Prof. Dr. Mr. Supomo, Ir. Soekarno
b. Mr. Mohammad Yamin, Sutan Syahrir, Ir. Soekarno
c. Mohammad Hatta, Prof. Dr. Mr. Supomo, Ir. Soekarno
d. Mr. Mohammad Yamin, Sutan Syahrir, Ir. Soekarno

7. Panitia Sembilan menggodok rumusan hasil sidang BPUPKI yang oleh Mohammad Yamin diberi nama ... .
a. Piagam Jakarta c. Dasasila Bandung
b. Jakarta Message d. Bandung Spirit

8. Salah satu rumusan dasar negara menurut Ir. Soekarno yaitu ... .
a. keadilan social c. kesejahteraan rakyat
b. kekeluargaan d. ketuhanan yang Maha Esa

9. Pada sidang BPUPKI terjadi pertentangan antara golongan Islam dengan golongan sekuler sebab ... .
a. golongan Islam menginginkan Indonesia ditegakkan berdasarkan syariat Islam
b. golongan Islam dan sekuler berbeda pendapat mengenai tokoh pemimpin negara
c. golongan sekuler tidak mau tunduk kepada golongan Islam
d. golongan Islam dianggap memihak pada Jepang

10. PPKI yang resmi dibentuk pada tanggal 7 Agustus 1945 mengemban tugas untuk ... .
a. mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan bagi pendirian negara
b. merancang undang-undang dasar sebagai syarat suatu negara
c. merumuskan undang-undang dasar sementara
d. membentuk kabinet Indonesia

11. Alasan Jenderal Kuniaki Koiso memberikan janji kemerdekaan kepada bangsa Indonesia adalah ... .
a. agar rakyat Indonesia bersedia membantu Jepang dalam Perang Pasifik
b. karena Jepang memang ingin memerdekakan Indonesia
c. agar Indonesia tidak diduduki oleh Sekutu lagi
d. Jepang ingin menjadikan Indonesia sebagai wilayah persemakmuran

12. Jatuhnya Pulau Saipan sangat penting bagi Sekutu karena ... .
a. Pulau Saipan kaya akan sumber daya alam
b. Sekutu akan lebih mudah menguasai Asia kembali
c. Sekutu akan lebih mudah menghancurkan Jepang
d. Pulau Saipan kaya akan kebutuhan penunjang perang

13. Berikut ini faktor-faktor yang menyebabkan jatuhnya Kabinet Tojo, kecuali ... .
a. terdesaknya posisi Jepang dalam Perang Pasifik
b. menyerahnya Jepang kepada Sekutu
c. semakin meningkatnya perlawanan rakyat Indonesia terhadap Jepang
d. kondisi dalam negeri Jepang yang mengalami krisis

14. Latar belakang kebijakan Koiso yang memberi janji kemerdekaan kepada rakyat Indonesia adalah ... .
a. semakin bergolaknya permusuhan rakyat terhadap Jepang
b. Koiso adalah seorang perdana menteri yang bersifat moderat
c. desakan dari Sekutu agar memerdekakan Indonesia
d. semakin terdesaknya Jepang dalam Perang Pasifik

15. Alasan yang mendorong dibubarkannya BPUPKI yaitu ... .
a. BPUPKI hanya badan bentukan Jepang
b. BPUPKI tidak mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik
c. ingin menghapus kesan kemerdekaan Indonesia pemberian Jepang
d. BPUPKI telah selesai melaksanakan tugasnya

16. Alasan yang mendorong para pendiri bangsa untuk mengadakan perub bunyi sila pertama pada Piagam Jakarta yaitu ... .
a. masyarakat Indonesia menganut agama yang heterogen
b. kalimatnya terlalu panjang
c. kurang mewakili masyarakat Indonesia
d. tidak disetujui oleh pemerintah Jepang

17. Salah satu hasil sidang PPKI I adalah ... .
a. menetapkan 12 departemen beserta menteri-menterinya
b. mengesahkan rancangan undang-undang dasar sebagai UUD RI
c. membentuk Partai Nasional Indonesia
d. mengusulkan dibentuknya tentara kebangsaan

18. Perbedaan-perbedaan dalam sidang BPUPKI II antara lain mengenai
a. pemilihan presiden c. pembagian daerah
b. rumusan dasar Negara d. bentuk Negara

19. Maksud penambahan anggota PPKI tanpa sepengetahuan Jepang adala
a. untuk menampung aspirasi seluruh bangsa Indonesia
b. untuk menyerang Jepang secara halus
c. dijadikan alat perjuangan bangsa Indonesia
d. supaya dapat mewakili semua kepentingan dan golongan

20. Tujuan penyelenggaraan sidang BPUPKI yang kedua adalah ... .
a. membahas masalah dasar negara Indonesia merdeka
b. menyusun rancangan undang-undang dasar
c. membentuk sistem pemerintahan Indonesia
d. memilih presiden dan wakil presiden

21. Tugas utama Daendels menjadi gubernur jenderal di Indonesia adalah……………
a mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris
b menerapkan sewa tanah
c menerapkan kerja rodi
d menjual tanah partikelir

22. Tanah partikelir banyak dijual kepada…
a orang-orang pribumi
b orang-orang cina, arab, India
c orang-oarang Belanda
d pejabat-pejabat Kolonial Belanda

23. berdasarkan hasil keputusan Kapitulasi tuntang 1811, Indonesia jatuh ke tangan Inggris di bawah Kekuasaan…….
a jenderal Lord minto
b Thomas Stamford Rafless
c Cournelis de Houtman
d Napoleon Bonarpate

24. salah satu pokok-pokok system sewa tanah adalah………….
a tanah yang disewakan bebas dari pajak
b luas tanah yang disesuaikan 1/5 dari pertanian desa
c sewa tanah dibayar dalam bentuk uang dan diserahkan langsung kepada pemerintah
d hasil bumi yang telah ditentukan jenisnya diserahkan kepada pemerintah

25. pemerintah Kolonial Belanda yang memprakarsai system tanam paksa (cultuur stelsel) adalah…
a Van den Bosch
b Daendels
c J P Coen
d Cournelis de Houtman

26. di bawah ini yang menjadi latar belakang munculnya system tanam paksa kecuali……
a perekonomian Belanda memburuk
b perang dengan Belgia dan Diponegoro
c kas Negara yang kosong
d banyaknya pegawai yang kosong

27. Salah satu tokoh Belanda yang menentang system tanam paksa kecuali………
a Douwes Dekker
b Van de Venter
c Van den Bosch
d Daendels

28. politik etis (politik balas budi) mencakup berbagai bidang kecuali………
a irigasi
b pendidikan
c transmigrasi
d ekonomi

29. Thomas Stamford Raffless menulis sebuah buku yang menggambarkan kehidupan masyarakat Jawa yang diberi nama………..
a Max Havelaar
b De Express
c History of Java
d Eere Schuld

30. Max Havelaar adalah sebuah buku yang menentang adanya system tanam paksa yang ditulis oleh……….
a Thomas Stamford Raffless
b Van de Venter
c Multatuli
d Baron Van Hoevel

31. Salah satu keuntungan diterapkannya politik etis di Indonesia bidang pendidikan adalah……..
a kesejahteraan ekonomi rakyat pribumi
b munculnya golongan terpelajar
c munculnya semangat Nasionalisme rakyat Indonesia
d dihapuskannya system tanam paksa di Indonesia

32 Sekolah kedokteran di Indonesia pada masa pemerintah kolonial Belanda……..
a. ELS
b. HIS
c. STOVIA
d. HBS

33 sebab khusus dari perang Aceh adalah……….
a. penolakan ultimatum komisaris Aceh agar mengakui kedaulatan pemerintah colonial
b. dibukanya terusan suez sehingga menjadikan Aceh bagian dari jalur pelayaran Internasional
c. traktat sumatera 2 November 1871 Belanda memperoleh kekuasaan di Aceh
d. perbedaan agama antara orang-orang Aceh yang mayoritas beragama Islam dan Kolonial Belanda yang beragama Kristen

34 di bawah ini tokoh-tokoh perlawanan Aceh kecuali……
a. Panglima Polim
b. Teuku Cik Ditiro
c. Cut Meutia
d. Pattimura

35 meletusnya perang Diponegoro (1825-1830) salah satunya di dasari oleh……..
a. penderitaaan rakyat akibat berbagai bentuk pajak
b. kekejaman Daendels atas kerja Rodi
c. penerapan cultuur stelsel oleh Van den Bosch
d. perbedaan agama antara penganut Diponegoro dengan colonial Belanda

36 Perang Paderi (1821-1825) meletus sebagai akibat dari pertentangan………
a. hukum adat (matrilineal) dengan hokum agama (patrilineal)
b. kaum paderi dengan kaum wahabi
c. campurtangan Belanda
d. semuanya benar

37 penyebaran agama Kristen katholik pertama di Indonesia dilakukan oleh bangsa………
a. Belanda
b. Jepang
c. Inggris
d. Spanyol dan Portugis

38 Slah satu bukti penyebaran agama Kristen di Jawa oleh Belanda th 1840 adalah adanya bangunan gereja dengan nama……..
a. Gereja Protestan Maluku (GPM)
b. Gereja Kristen Jawa (GKJ)
c. Huria Kristen Batak Protestan (HKBP)
d. Gereja Kalimantan Evangelis (GKE)

39 Sekolah yang didirikan oleh Belanda pada masa politik etis 1901 di Indonesia yang setingkat dengan SMP adalah….
a. Hollans Indiansche School (HIS)
b. MEER UITGEBREIT LAGERE ONDERWIJS (Mulo)
c. Algemene Middel bare School (AMS)
d. EUROPESE LAGERE SCHOOL (ELS)

40 Ki Hajar Dewantara pada tahun 1922 mendirikan sekolah kebangsaan dengan nama………
a. Kweek School
b. Ksatrian Institute
c. Pendidikan INS Kayutanam
d. Taman Siswa

41 Ksatrian Institute didirikan di Bandung tahun 1924 oleh……..
a. Ki Hajar Dewantara
b. Douwes Dekker
c. Mr. M. Yamin
d. Muhammad Syafe’i

42 salah satu akibat munculnya pergerakan Nasional adalah……..
a. lahirnya golongan terpelajar
b. semangat Nasionalisme
c. keinginan untuk mengusir penjajahan
d. kemenangan Jepang atas Rusia 1905

43 Pelopor sekaligus perintis berdirinya Syarikat Islam 10 September 1912 adalah………
a. H Samanhudi
b. HOS Cokroaminoto
c. Dr. Wahidin Sudirohusodo
d. Dr. Sutomo

44 Indische Partij (IP) didirikan tanggal 25 Desember 1912 oleh tiga serangkai yaitu………
a. Suwwardi Suryaningrat, Cipto MAngunkusumo dan Ahmad Subardjo
b. Ir Soekarno, Mohammad Hatta dan Ahmad Subardjo
c. Douwes Dekker, Cipto Mangunkusumo dan Ir Soekarno
d. Suwardi Suryaningrat, Cipto MAngunkusumo dan Douwes Dekker

45 salah satu tokoh Wanita Indonesia yang memperjuangkan emansipasi wanita tahun 1379-1904 adalah………
a. Dewi Sartika
b. Cut Nyak Dien
c. RA KArtini
d. Miranda Gustavo

46 Kedatangan sekutu di Indonesia diboncengi oleh orang-orang Belanda yang mengatas namakan……..
a AFNEI
b NICA
c RAPWI
d KNIL

47 Dalam perundingan linggarjati wilayah Indonesia yang diakui secara de facto adalah……….
a Jawa, Sumatera, Madura
b Sumatera, Jawa, Kalimantan
c Jawa, Sulawesi, Madura
d Kalimantan, Jawa, Papua Barat

48 Delegasi Indonesia pada perundingan linggarjati diwakili oleh……….
a Sutan Syahrir
b Amir Syarifuddin
c Abdul Kadir Wijoyoatmodjo
d Drs. Moh Hatta

49 Penafsiran isi perjanjian Linggarjati sangat merugikan pihak Indonesia sehingga terjadi konfrontasi dengan Belanda yang disebut………..
a Agresi militer Belanda II
b Agresi Militer Belanda I
c Perang Gerilya
d Serangan Umum 1 Maret 1949

50 PBB mengutus Komisi Tiga Negara (KTN) untuk melaksanakan perjanjian Renville, KTN itu antara lain…..
a Amerika, Belgia, Australia
b Amerika, Uni Soviet, Inggris
c Inggris, Perancis, Belanda
d Jepang, Jerman, Italia

SOAL SEJARAH KELAS 8 SMP

1. Alasan Jepang menduduki wilayah Indonesia....
a. ingin menjajah Indonesia menggantikan Belanda
b. menjual hasil produksi buatan Jepang
c. memperoleh bahan baku bagi industri Jepang
d. mencari basis pertahanan dalam perang Asia Timur Raya

2. Salah satu faktor pendorong beberapa pemimpin Indonesia mau bekerjasama dengan pemerintah Jepang di awal masa pendudukan Jepang adalah....
a. adanya janji akan membantu mengusir penjajah barat
b. karena hendak mempertahankan kedudukan dan jabatannya
c. Indonesia dijadikan base camp bagi tentara Jepang di front selatan
d. Adanya penghormatan terhadap para pejuang pergerakan nasional

3. Salah satu perlawanan terhadap Jepang antara lain perlawanan di Santri Sukamanah (KH. Zaenal Mustafa) akibat pelaksanaan....
a. Romusha yang menyengsarakan rakyat
b. Jawa Hokokai (himpunan kebaktian Jawa)
c. Sistem Autarki yang memberatkan warga desa
d. Seikerei yang tidak sesuai dengan ajaran Tauhid.

4. Tujuan Jepang membentuk gerakan 3A di Indonesia adalah....
a. untuk mengerahkan dukungan rakyat Indonesia menghadapi perang Asia Timur Raya
b. membentuk daerah persemakmuran bersama Asia Timur Raya
c. mengangkat orang-orang Indonesia pada jabatan yang tinggi
d. menyatukan golongan-golongan nasionalis.

5. Tokoh empat serangkai dalam gerakan PUTERA adalah....
a. Soekarno, M. Hatta, Ki Hajar Dewantara, KH. Mas Mansyur
b. Soekarno, Ki Hajar Dewantara, Amir Syarifudin, M. Hatta
c. Soekarno, M. Hatta, Sunaryo dan Ahmad Soebardjo
d. Soekarno, M. Hatta, Ki Hajar Dewantara, Sunaryo.

6. Salah satu faktor penyebab terjadinya perlawanan PETA di Blitar 1945 adalah....
a. janji Jepang untuk memberi kemerdekaan pada Indonesia tidak terwujud
b. tidak tahan melihat penderitaan rakyat dan perlakuan kejam terhadap para Romusha
c. Jepang telah menangkap dan memenjarakan tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan
d. Jepang telah mencampuri urusan dalam negeri Indonesia

7. Sidang pertama BPUPKI membahas masalah ... .
a. rumusan dasar negara
b. wilayah negara
c. rancangan undang-undang dasar Negara
d. pemilihan presiden dan wakil presiden

8. Sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei - 1 Juni 1945 menampilkan 3 pembicara mengenai dasar negara, yaitu ... .
a. Mr. Mohammad Yamin, Prof. Dr. Mr. Supomo, Ir. Soekarno
b. Mr. Mohammad Yamin, Sutan Syahrir, Ir. Soekarno
c. Mohammad Hatta, Prof. Dr. Mr. Supomo, Ir. Soekarno
d. Mr. Mohammad Yamin, Sutan Syahrir, Ir. Soekarno

9. Salah satu rumusan dasar negara menurut Ir. Soekarno yaitu ... .
a. keadilan social c. kekeluargaan
b. kesejahteraanrakyat. d. ketuhanan YME

10. Salah satu hasil sidang PPKI I adalah ... .
a. menetapkan 12 departemen beserta menteri-menterinya
b. mengesahkan rancangan undang-undang dasar sebagai UUD RI
c. membentuk Partai Nasional Indonesia
d. mengusulkan dibentuknya tentara kebangsaan

11. Maksud penambahan anggota PPKI tanpa sepengetahuan Jepang adalah………….
a. untuk menampung aspirasi seluruh bangsa Indonesia
b. untuk menyerang Jepang secara halus
c. dijadikan alat perjuangan bangsa Indonesia
d. supaya dapat mewakili semua kepentingan dan golongan

12. Tujuan penyelenggaraan sidang BPUPKI yang kedua adalah ... .
a. membahas masalah dasar negara Indonesia merdeka
b. menyusun rancangan undang-undang dasar
c. membentuk sistem pemerintahan Indonesia
d. memilih presiden dan wakil presiden

13. Latar belakang terjadinya peristiwa Rengasdengklok adalah…………….
a. Perbedaan pendapat golongan muda dengan golongan tua
b. Golongan tua masih memihak kepada pemerintah Jepang
c. Golongan muda akan melaksanakan proklamasi kemerdekaan
d. Golongan muda akan mengamankan Soekarno-Hatta

14. Kalimat pertama dalam teks proklamasi merupakan pernyataan bangsa Indonesia untuk…….
a. Melawan segala bentuk penjajahan
b. Menentukan nasib sendiri
c. Mengambil alih dari kekuasaan sekutu
d. Mengambil alih kekuasaan dari Jepang

15. Arti penting kemerdekaan bagi bangsa Indonesia adalah……………..
a. Jepang menyerah kepada sekutu
b. Jembatan emas menuju masyarakat yang adil dan makmur
c. Sekutu belum datang ke Indonesia
d. Perbedaan perspektif golongan muda dan golongan tua

16. Dalam penyusunan naskah proklamasi kemerdekaan Drs Moh. Hatta berperan sebagai……
a. Pengarah
b. penyumbang pendapat
c. Penulis konsep
d. Penghalus bahasa

17. Surat kabar yang berhasil mengabarkan berita proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah………
a. Suara Merdeka c. Suara Rakyat
b. Suara Asia d. Suara Indonesia

18. Berita kekalahan Jepang pertama kali didengar oleh………..
a. Wikana c. Adam Malik
b. Sutan Syahrir d. Achmad Subardjo

19. Selain melalui berita, radio, telepon dan surat kabar, berita proklamasi kemerdekaan disebarluaskan melalui……
a. Selebaran dan pamphlet
b. Brosur dan iklan
c. Tabloid
d. Reklame

20. Penyebarluasan berita proklamasi kemerdekaan Indonesia dipelopori oleh…..
a. Penyiar radio dan wartawan
b. Tokoh pemuda
c. Tokoh masyarakat
d. Anggota BPUPKI dan PPKI


ESSAY!

1. Apa alasan Jepang memberikan janji kemerdekaan bagi para tokoh Indonesia?
2. Sebutkan hasil siding PPKI yang pertama!
3. Apa yang dimaksud lembaga-lembaga buatan Jepang di bawah ini :
a. Seinendan
b. Fujinkai
c. Keibodan
4. BPUPKI melakukan sidang sebanyak 2 kali, sebutkan hasil siding BPUPKI tersebut!
5. Mengapa gerakan 3A dibubarkan dan diganti dengan PUTERA?

SOAL SEJARAH KELAS 7 SMP

1. Prasasti Yupa di Kutai dibuat pada masa pemerintahan raja ....
a. Kudungga c..Purnawarman
b. Aswawarman d. Mulawarman

2. Musafir Cina yang pernah singgah ke Tarumanegara adalah ....
a. I-Tshing c. Cheng-Ho
b. Ma-Huan d. Fa-Hien

3. Kerajaan Tarumanegara menganut agama Hindu aliran Wisnu, hal ini dibuktikan dalam prasasti ....
a. Kebun Kopi c. Pasir Awi
b. Tugu d. Jambu

4. Setelah pemerintahan Jayabaya yang menjadi raja Kadiri adalah ....
a. Sarmeswara c. Kameswara
b. Bameswara d. Kertajaya

5. Sri Ranggah Bhatara Sang Amurwabhumi adalah gelar dari ....
a. Kertajaya c. Raden Wijaya
b. Ken Arok d. Anusapati

6. Kertanegara menganut agama ....
a. Hindu Syiwa c. Budha
b. Hindu Brahma d. Hindu Wisnu

7. Keberhasilan Gajah Mada menumpas pemberontakan Kuti maka diangkat menjadi patih
a. Daha c. Trowulan
b. Kahuripan d. Kediri

8. Sumpah Palapa yang diucapkan Gajah Mada mengandung maksud ....
a. mempersatukan raja-raja Jawa dan Bali
b.mengalahkan Pajajaran
c. memperkuat daerah kekuasaan Majapahit
d. mempersatukan wilayah Nusantara di bawah Majapahit

9. Penyebab runtuhnya Majapahit adalah ....
a. wafatnya Gajah Mada
b. diserang Demak
c. wafatnya Hayam Wuruk
d. terjadinya Perang paregreg

10. Penyerangan pasukan Demak ke Malaka di bawah pimpinan Adipati Unus bertujuan untuk ….
a. menguasai jalur perdagangan
b. menarik perhatian para pedagang
c. mengusir bangsa Portugis
d. mengembalikan fungsi Malaka

11. Tujuan Mataram menyerang Belanda di Batavia adalah karena masalah ….
a. politik c. sosial
b. ekonomi d. agama

12. Belanda memecah belah Mataram dengan tujuan……
a. mempermudah pengawasan
b. menghindari adanya kerajaan besar
c. melaksanakan politik devide et impera
d. menghancurkan kerajaan Mataram

13. Sultan Hasannudin dari Makasar mendapat julukan Ayam Jantan dari Timur karena….
a. membantu perluasan Kompeni
b. keberanian menentang Kompeni
c. membantu perjuangan rakyat Maluku
d. menguasai jalur perekonomian Nusantara
e. berhasil mengalahkan Kompeni.

14. VOC Belanda berhasil menguasai kerajaan Makasar abad ke-17 setelah bersekutu dengan kerajaan……..
a. Wajo c.Soppeng
b. Bone d. Sidenreng.

15. Rakyat Maluku bangkit menentang Portugis di bawah pimpinan Sultan Hairun karena….
a.tindakan sewenang-wenang bangsa Portugis
b. serangan Portugis terhadap istana Ternate
c. berkembangnya ajaran Katholik di Ternate
d. kebencian rakyat terhadap Portugis.

16. Sultan Baabullah dalam perangnya melawan bangsa asing tahun 1570 – 1575 berhasil….
a .mengusir Portugis dari Maluku Utara
b .mengalahkan Portugis di Tidore
c. mengalahkan Portugis di Maluku Selatan
d. mengadu domba antara Portugis dan Spanyol

17. Perang Padri berubah menjadi perang kolonial setelah rakyat menyadari bahwa Belanda ……..
a. tidak menaati perjanjian yang telah disepakati
b. ingin menguasai seluruh Sumatra Barat
c. membantu kaum adat untuk mendapat keuntungan
d. melarang penyebaran agama islam

18. Perang Bali yang berkobar tahun 1846-1849 disebabkan karena Belanda ……
a. ingin menghapus sistem kasta di Bali
b. menolak untuk menghargai hak tawan karang
c. memaksakan monopoli kekuasaan
d. melarang hubungan raja Bali dengan bangsa asing lain

19. Tujuan dibentuknya VOC pada tahun 1602 adalah ………..
a. mengumpulkan keuntungan sebesar-besarnya
b. menghadapi persaingan antar pedagang Belanda juga pedagang Eropa yang lain
c. memerintah atas nama pemerintahan Belanda di negeri jajahan
memonopoli perdagangan rempah-rempah di negeri jajahan
d. menguasai pusat perdagangan di Asia sebagai pasar hasil industri dan Eropa

20. Tugas utama H.W. Daendels selama berkuasa di Indonesia adalah ……..
a. Melaksanakan pemerintahan yang demokratis
b. Memajukan perekonomian dan perdagangan
c. Meningkatkan pertahanan dan keamanan
d. Mepertahankan pulau Jawa dari ancaman Inggris

KEPEMIMPINAN KERTANEGARA

A. Abstrak

Kertanegara represent figure a coherent and smart leader, and also major nation integrity. Experiences of Kertanegara during becoming young king below its father tuition of Wisnuwardhana form its personality as a leader. During becoming leader of Kertanegara can bring Singhasari his golden top, He arrange governance of home affairs systematically, and also overseas politics of him focussed by extension of cakramandala. Coherence of stand-out Kertanegara of its attitude refuse eamperor of Kubhlai Khan to confess power of Empire of Tiongkok. Deduction conducted by Kertanegara that is by harsh namely hurt face of Meng Ki, courier of Kubhlai Khan. Action mentioned as betrayal form to glorious emperor of Kubhlai Khan which is on at that time have wide of power area.

Kata Kunci : Pemimpin, Kertanegara


B. Biografi Singkat Kertanegara
Banyak orang yang belum mengenal figur kepemimpinan Kertanegara. Kertanegara dilahirkan dari kasta ksatria, Ia merupakan keturunan dari raja-raja yang berkuasa di Singhasari. Kertanegara merupakan raja terakhir yang mampu mengusung Singhasari menuju puncak kejayaannya. Kertanegara adalah anak dari Wisnuwardhana dengan Jayawardhani raja Singhasari yang keempat. Wisnuwardhana adalah anak dari Anusapati, dan Anusapati adalah anak dari Ken Dedes dengan Tunggul Ametung. Jadi, dapat dikatakan bahwa Kertanegara adalah cicit dari Tunggul Ametung. Namun, yang menjadi pendiri sekaligus raja pertama kerajaan Singhasari adalah Ken Angrok. Ken Angrok adalah anak dari Ken Endok, anak desa yang berasal dari sebelah timur gunung kawi. Ia adalah anak yang nakal, suka mencuri, memperkosa bahkan membunuh. Atas anjuran Dahyang Lohgawe, Ia menghamba kepada Tunggul Ametung di Tumapel. Dalam pararaton dijelaskan bahwa, ketika Ken Angrok melihat rahsya (anunya) Ken Dedes yang memancarkan cahaya ketika kainnya tersingkap pada waktu turun dari tandu, menumbuhkan gairah nafsu birahi Ken Angrok, hingga keinginannya untuk mempersunting Ken Dedes kemudian membunuh suaminya yaitu Tunggul Ametung. Setelah berhasil membunuh Tunggul Ametung dan mempersunting Ken Dedes, kemudian Ia menjadi seorang akuwu di Tumapel (R. Pitono, 1965: 144).
Setelah lama menjadi akuwu di Tumapel, suatu hari Ken Angrok didatangi para Brahmana dari Daha Kediri. Mereka datang meminta bantuan kepada Ken Angrok atas tindakan raja Kediri yaitu Kertajaya (dalam sumber babad tanah Jawi disebut prabu Dandang Gendis). Atas desakan kaum brahmana, akhirnya berangkatlah Ken Angrok untuk memberontak kepada Kertajaya dengan menggunakan nama Bathara Guru. Setelah berhasil mengalahkan prabu Dandang Gendis dari Kediri, Ken Angrok dinobatkan menjadi Raja Singhasari dengan gelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi atau sebagai Wangsa Girindra, artinya keturunan dari Girindra atau Siwa ( R. Pitono, 1961 : 144). Selama berdiri, kerajaan Singhasari diperintah oleh lima raja berturut-turut, baik keturunan dari Tunggul Ametung maupun Ken Angrok. Dalam sejarah Singhasari-Majapahit putra-putri Ken Angrok memegang peranan penting yakni menurunkan raja-raja Singhasari Majapahit, seperti Mahisa Wonga Teleng dan Anusapati. Mahisa Wonga Teleng menurunkan Raden Wijaya yang kemudian menjadi raja pertama Majapahit. Sementara Anusapati menurunkan raja Kertanegara sebagai raja terakhir yang terkemuka di Singhasari.(Slamet Mulyana, 1965 : 102).
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa raja yang paling terkemuka diantara raja-raja yang pernah berkuasa di Singhasari adalah Kertanegara. Prasasti “Mula Malurung” yang berangka tahun 1255 M, menerangkan bahwa pada waktu Kertanegara sebagai putra mahkota (Narryan Murdhaja), Ia sebagai raja muda yang memerintah di suatu daerah di bawah bimbingan sang ayah (Wisnuwardhana). Hal ini memberikan inisiatif tersendiri bagi Kertanegara atas pengalaman-pengalamannya menjadi seorang pemimpin serta membentuk karakter sifat Kertanegara (Mawarti Djoened Poesponegoro, 1992 : 339).

C. Pandangan Politik Kertanegara
Bermodal dari pengalamannya ketika menjadi raja muda, Kertanegara mempunyai pandangan politik yang luas, baik politik dalam negeri maupun politik luar negeri. Setelah Wisnuwardhana wafat, Kertanegara tampil kemuka dalam singgasana menggantikan sang ayah menjadi raja Singhasari. Prasasti Mula Malurung 1255 M, memberikan informasi bahwa, ketika Kertanegara sebagai raja muda, Ia memerintah dibawah bimbingan ayahnya (Wisnuwardhana). Pengalamannya menjadi raja muda sudah barang tentu membentuk kepribadian bagi Kertanegara. Adapun sifat Kertanegara itu sebagai Berikut:
1. Terlalu ambisius, dalam hal ini Kertanegara mempunyai semangat yang tinggi dalam upayanya untuk mencapai cita-cita.
2. Mempunyai pandangan yang luas, artinya Kertanegara tidak kuper atau kurang pergaulan.
3. Cakap dan bersikap tegas, hal ini terkait dalam bidang pemerintahan. Sikap tegas Kertanegara dapat ditunjukkan ketika Ia menolak ultimatum Kaisar Kublai Khan yang menyuruhnya untuk tunduk di bawah kekuasaan Kaisar Cina itu. Penolakan itu dilakukan Kertanegara dengan cara melukai wajah (memotong telinga) Men Khi utusan Kaisar Kublai Khan. Hal ini merupakan penghinaan besar bagi kaisar khan agung.
4. Seorang ahli negara yang ulung, Ia mengatur struktur pemerintahan yang sistematis.
5. Mempunyai pengetahuan yang tinggi terutama di bidang agama, dalam hal ini Ia menulis sebuah buku Rajapatigundala.
6. Ia sebagai pemimpin yang menghormati kebebasan beragama.
7. Kurang hati-hati atau terburu-buru, hal ini terlihat jelas ketika Ia melakukan penyerangan ke Cina, tanpa menghiraukan musuh dalam selimut yaitu Jayakatwang dari Kediri yang pada waktu itu di bawah kekuasaanya.
8. Mudah percaya kepada orang lain.
Pandangan politik Kertanegara untuk mengatur pemerintahan dalam negeri mempunyai dua sasaran utama yaitu kelancaran pemerintahan dan stabilisasi. Untuk mendukung politiknya itu, langkah pertama yang dilakukan oleh Kertanegara adalah memecat patihnya bernama Raganata dan menggantinya dengan Kebo Tengah Apanji Aragani. Pemecatan itu dilakukan karena Mapatih Raganata tidak menyetujui pandangan politik baru Kertanegara untuk mempersatukan Nusantara (R. Pitono, 1961 : 156). Raganata tidak menyetujui politik Kertanegara itu karena menurut pendapatnya bahwa keamanan dalam negeri harus lebih diutamakan (Slamet Mulyono, 1965 : 129).
Pandangan politik kedua Kertanegara untuk mengatur stabilitas negaranya adalah merangkul Kediri ke dalam kekuasaanya. Hal ini dilakukan dengan cara, mengangkat Jayakatwang sebagai wakil raja Kediri. Jayatkatwang merupakan keturunan dari Kertajaya raja terakhir Kediri yang berhasil dikalahkan oleh Ken Angrok. Usaha ini dilakukan dengan tujuan untuk mengikat sifat Jayakatwang yang ambisius. Kemudian mengangkat putra Jayakatwang yang bernama Ardharaja sebagai menantu dan mengangkat Banyak Wide, seorang pejabat rendah di Istana menjadi Bupati di Sumenep dengan Arya Wiraradja. Kertanegara juga menikahkan adik perempuannya bernama Turukbali dengan Jayakatwang. (R. Pitono, 1961 : 156). Pandangan politik dalam negeri Kertanegara ini terhambat oleh adanya pemberontakan-pemberontakan dalam negeri, namun akhirnya dapat dipadamkan. Pemberontakan pertama adalah pemberontakan Khalana Bhaya (Cayaraja) yang terjadi pada tahun 1270 M, disusul dengan pemberontakan Mahisa Rangkah pada tahun 1280 M (R.Pitono, 1961 : 154). Kertanegara mengatur susunan pemerintahannya secara sistematis. Pemerintahan tertinggi di pegang oleh seorang raja yakni Kertanegara sebagai penguasa tunggal, kedudukan kedua ditempati oleh Dewan Penasehat Raja yang terdiri dari Rakaryan I Hino, Rakaryan I Halu dan Rakaryan I Sirikan, dan kedudukan terakhir ditempati oleh Pejabat Tinggi Kerajaan yang terdiri dari Rakaryan Mapatih, Rakryan Demang, dan Rakaryan Kanuruhan. Susunan pemerintahan ini yang kemudian berlanjut sampai pada kerajaan Majapahit.
Pandangan politik luar negeri Kertanegara di fokuskan pada wawasan “cakramandala”. Dalam mengembangkan sayapnya, Kertanegara merangkul kerajaan-kerajaan di pantai Asia Tenggara dan Cina Selatan sebagai mitra sejati. Dalam hal ini Kertanegara bersahabat dengan negeri Campa (Sartono Kartodirdjo, 1993 : 51). Hal ini terbukti dalam prasasti Po Sah dekat Phanrang yang berangka tahun 1306 M yang memberi informasi bahwa Raja Campa Jaya Simihawamana III mempunyai salah seorang permaisuri yang bernama Tapasi. Ia adalah adik Kertanegara (N.J. Kroom, 1954 : 182). Penakhlukan di berbagai daerah juga dilakukan oleh Kertanegara, penakhlukan yang pertama dikenal dengan ekspedisi pamalayu yakni penakhlukan terhadap Sriwijaya pada tahun 1275 M. Penakhlukan atas Sriwijaya ini dikarenakan faktor ekonomi, yakni terkait dengan pelabuhan Malayu yang pada waktu masih dikuasai oleh Sriwijaya, pelabuhan ini sangat ramai dan banyak dikunjungi oleh kapal-kapal asing dari India dan Tiongkok. Selanjutnya penaklhukan juga dilakukan oleh Kertanegara atas Bali pada tahun 1284 M (H.J. Van Den Berg dkk, 1952 : 347).

D. Refleksi Pemerintahan Kertanegara
Mencari figur seorang pemimpin seperti Kertanegara tidaklah mudah, tidak semudah membeli “kacang garing”. Pada hakekatnya pemimpin yang bijaksana harus mengutamakan kepentingan jagat atau negara di atas kepentingan pribadi. Terkait hal tersebut, Edi Sedyawati, dkk (1997:7), menyebutkan ‘Astabrata’ dalam Kakawin Ramayana menjelaskan pada saat Wibhisana hendak dijadikan Raja Alengka, Ia sangat sedih memikirkan nasib malang kakaknya (Rahwana), maka Rama mengatakan kepadanya, bahwa Rahwana tidak perlu ditangisi lagi, karena Ia meninggal sebagai pahlawan. Rama menyebutkan bagaimana seorang pemimpin semestinya bersikap dan bertindak. Dalam kaitan itulah disebutkan ‘Astabrata’ yang dijelaskan sebagai delapan “perbuatan baik” yang tentu didasari pengalaman bahwa istilah “brata” mempunyai arti “perbuatan”. Maka ungkapan ‘Astabrata’ bisa diartikan sebagai “delapan sifat baik” sebagai berikut:
1. Dewa Indra, bratanya ialah sifat dan watak Angkasa (langit): Langit mempunyai keleluasaan yang tidak terbatas, sehingga mampu menampung apa saja yang datang padanya. Seorang pemimpin hendaknya mempunyai keleluasaan batin dan kemampuan mengendalikan diri yang kuat, hingga dengan sabar mampu menampung pendapat rakyatnya yang bermacam-macam.
2. Dewa Surya, bratanya ialah sifat dan watak Matahari. Matahari merupakan sumber segala kehidupan yang membuat semua makhluk tumbuh dan berkembang. Seorang pemimpin mampu mendorong dan menumbuhkan daya hidup rakyatnya untuk membangun negara dengan memberikan bekal lahir dan batin untuk dapat berkarya.
3. Dewa Anila / Bayu (Dewa Angin), bratanya ialah sifat dan watak Maruta (angin). Angin selalu berada di segala tempat tanpa membedakan dataran tinggi atau rendah, daerah kota maupun pedesaan. Seorang pemimpin hendaklah selalu dekat dengan rakyat, tanpa membedakan derajat dan martabatnya, hingga secara langsung mengetahui keadaan dan keinginan rakyatnya.
4. Dewa Kuwera, bratanya ialah sifat dan watak Bintang (kartika). Bintang senantiasa mempunyai tempat yang tetap di langit, hingga dapat menjadi pedoman arah (kompas). Seorang pemimpin hendaknya menjadi teladan rakyat kebanyakan, serta tidak mudah terpengaruh oleh pihak yang akan meyesatkan.
5. Dewa Baruna, bratanya ialah sifat dan watak Samudra (laut/air). Laut betapapun luasnya, senantiasa mempunyai permukaan yang rata dan sejuk, menyegarkan. Seorang pemimpin hendaknya menempatkan semua rakyatnya pada derajat dan martabat yang sama di hatinya. Dengan demikian Ia dapat berlaku adil, bijaksana, dan penuh kasih sayang terhadap rakyatnya.
6. Dewa Agni / Brama, bratanya ialah sifat dan watak Dahana atau Api. Api mempunyai kemampuan untuk membakar habis dan menghancurkan segala sesuatu yang bersentuhan dengannya. Seorang pemimpin hendaknya berwibawa dan berani menegakkan hukum dan kebenaran secara tegas dan tuntas tanpa pandang bulu.
7. Dewa Yama, bratanya ialah sifat dan watak Bumi (tanah). Bumi mempunyai sifat murah hati selalu meberi hasil siapapun yang mengolah dan memeliharanya dengan tekun. Seorang pemimpin seharusnya berwatak murah hati, suka memberi dan beramal, senantiasa berusaha untuk tidak mengecewakan kepercayaan rakyatnya.
8. Dewa Candra, bratanya ialah sifat dan watak Candra (Bulan). Keberadaan bulan senantiasa menerangi kegelapan, memberi dorongan dan mampu membangkitkan semangat rakyat, ketika rakyat sedang menderita kesulitan.
Berkiblat dari kepemimpinan Kertanegara, banyak sekali sikap-sikap positif yang dapat diambil untuk terjun ke dalam kancah politik pemerintahan. Kertanegara terkenal sebagai raja yang berwibawa di kerajaan Singhasari, bahkan dalam panggung sejarah dunia. Kharismatik Kertanegara dapat dilihat atas penolakannya untuk tunduk kepada kaisar Kubhlai Khan. Pandangan politik luar negeri Kertanegara dalam wawasan cakramandala berbenturan dengan pandangan politik Kubhlai Khan. Di satu pihak Kubhlai Khan berkeinginan untuk menguasai dunia (daratan Asia). Sementara itu, Kertanegara juga mempunyai ambisi untuk menakhlukan raja-raja Jawa.
Setelah Kubhlai Khan menguasai hampir seluruh daratan Asia, Ia melihat Jawa berada dalam kekuasaan Kertanegara. Oleh karena itu, Kubhlai Khan mengutus Meng Ki ke Singhasari dan menyuruh Kertanegara mengakui kekuasaan Kubhlai Khan. Namun, hal itu tidak digubris oleh Kertanegara, bahkan Meng Ki dilukai wajahnya sebagai balasan atas perintah kaisar Kubhlai Khan tersebut. Melihat hal itu, Kubhlai Khan marah besar dan mempersiapkan 20.000 tentara tar-tar di bawah pimpinan Shi Pi, Ike Mese dan Kau Hsing lengkap dengan membawa segala perlengkapan perang dan bahan makanan untuk menggempur kerajaan Singhasari. Sementara itu, Kertanegara sudah mengetahui resiko atas perbuatannya kepada Meng Ki. Oleh karena itu, Kertanegara mempersiapkan diri dan melatih para prajurit untuk menghalau kemungkinan terjadinya serangan Kubhlai Khan. Setelah lama menunggu kedatangan serangan tentara tar-tar, Kertanegara tidak sabar lagi, Ia memerintahkan semua prajuritnya untuk menyerang ke Tiongkok. Hal ini dimanfaatkan oleh Jayakatwang raja Kediri untuk membebaskan diri dari kekangan Singhasari, karena beberapa pejabat penting kerajaan Singhasari telah ditugaskan menyerang ke Tiongkok, mengakibatkan lemahnya kekuatan di Istana kerajaan, sehingga dengan mudah Jayakatwang menguasai Singhasari dan Kertanegara tewas di tangan Jayakatwang. Namun, salah satu menantunya bernama Raden Wijaya berhasil menyelamatkan diri dan mendirikan kerajaan Majapahit. Kedatangan tentara tar-tar untuk menggempur Singhasari sudah terlambat, situasi keadaan sudah berubah, Singhasari sudah dikuasai oleh Kediri. Namun, tentara tar-tar ini dimanfaatkan oleh Raden Wijaya untuk menggempur Kediri terkait ambisinya untuk menguasai kembali tanah Jawa.
Dari uaraian di atas, maka sikap tegas dalam kepemimpinan Kertanegara perlu dilastarikan untuk masa kini dan yang akan datang. Penolakan Kertanegara atas permintaan kaisar Kubhlai Khan untuk mengakui kekuasannya, sudah sepantasnya diberi acungan jempol. Betapa gagah dan beraninya seorang pemimpin seperti Kertanegara menolak permintaan Kaisar Agung yang memiliki puluhan ribu tentara dan wilayah kekuasaan yang luas dengan cara kasar yakni melukai wajah Meng Ki.

Maka sudah sepantasnya kita memberi acungan jempol kepada Kertanegara!!!. Salam Penulis…!!!.


Penulis mengundang para pecinta sejarah terutama sejarah klasik untuk beramai-ramai menulis artikel di website supaya dibaca oleh berbagai kalangan akademisi. Mari kita lestarikan sejarah bangsa Indonesia ini, karena di dalam sejarah banyak sekali pengalaman-pengalaman berharga yang dapat kita ambil untuk masa kini dan yang akan datang bung Karno mengatakan “JAS MERAH” (jangan sekali-kali melupakan sejarah) Merdeka….!!!

simbolisme batik

BATIK TUBAN SEBAGAI KHASANAH BUDAYA BANGSA
PERKEMBANGAN BENTUK RAGAM HIAS BATIK TUBAN

Suminto Fitriantoro, S.Pd

A. Abstrak

Batik sebagai wujud nyata seni rupa dengan latar belakang sejarah dan unsur budaya yang kuat dalam perkembangan kebudayaan bangsa Indonesia menjadi dasar identitas bangsa hingga saat ini yang menyangkut kebinekaan budaya Indonesia. Keindahan wastra batik dapat dilihat atas dua hal, keindahan secara visual yang dapat dilihat melalui ragam hias batik dan keindahan makna filosofi yang terkandung pada fungsi batik itu sendiri. Ragam hias batik bukan sekedar gambar yang ditempel, melainkan mampu memberikan nuansa keindahan.
Batik Tuban merupakan salah satu produk batik pesisir yang mempunyai bentuk ragam hias yang khas, yang berbeda dengan batik-batik pesisir lainnya. Tuntutan pasar dan pengaruh jaman membuat ragam hias asli batik Tuban tergeser oleh berbagai ragam hias dengan kreasi baru dan latar warna yang cerah. Hal ini membuat para pembatik Tuban melakukan perkembangan untuk menciptakan berbagai ragam hias baru untuk menjadikan ragam hias batik Tuban lebih bervariasi dan menarik.

Kata Kunci : Perkembangan, Ragam Hias, Batik

B. Pendahuluan
Seni batik merupakan bentuk seni budaya bangsa yang kaya dengan nilai-nilai estetis dan nilai filsafat yang mencerminkan nafas kehidupan manusia dan alam lingkungannya . Batik berkaitan dengan nilai dan simbol yang merupakan bagian dari warisan budaya. Batik dapat dikatakan sebagai bagian dari warisan budaya karena ada dua hal yang menjadi dasar utama, yang pertama, adanya suatu “kolektivitas” yang lebih luas yang dalam hal ini adalah masyarakat sebagai pewaris produk budaya tersebut secara kebendaan. Kedua, batik mempunyai makna filosofis, pandangan hidup, kearifan lokal dan sebagainya . Para pembatik menghasilkan rancangan batik melalui proses pengendapan diri, meditasi untuk mendapatkan bisikan-bisikan hati nuraninya, yang diibaratkan mendapatkan wahyu. Membatik bukan sekedar aktivitas fisik tetapi mempunyai dimensi ke dalaman, mengandung doa atau harapan dan pelajaran. Keindahan sehelai wastra batik mempunyai dua aspek, yaitu keindahan yang dapat dilihat secara kasat mata yang diwujudkan melalui ragam hias batik, keindahan semacam ini disebut sebagai keindahan visual yang diperoleh karena perpaduan yang harmoni dari susunan bentuk dan warna melalui penglihatan atau panca indera dan keindahan karena mempunyai makna filosofi atau disebut juga keindahan jiwa yang diperoleh karena susunan arti lambang ornamen-ornamennya yang membuat gambaran sesuai dengan faham kehidupan atau didasarkan pada fungsi batik.
Ragam hias batik hadir di tengah-tengah kehidupan masyarakat sebagai media ungkapan perasaan yang diwujudkan dalam bentuk visual, yang dari proses penciptanya tidak lepas dari pengaruh-pengaruh lingkungan sebagai pelengkap rasa estetika . Ragam hias pada suatu benda seni pada dasarnya sebagai pedandan (make-up) yang diterapkan guna mendapatkan keindahan dan kemolekan yang dipadukan. Hal itu berperan sebagai media untuk mempercantik benda pakai secara lahiriah, bahkan satu dua daripadanya memiliki nilai simbolik atau mengandung makna tertentu . Batik Tuban adalah salah satu produk batik pesisiran yang mempunyai ragam hias yang khas, yang tidak terdapat di daerah-daerah produksi batik lainnya. Ragam hias batik Tuban sering disebut sebagai ragam hias asli batik pesisir. Selain itu, batik Tuban juga disebut sebagai batik petani atau batik desa, karena sebagaian besar dibuat oleh masyarakat kalangan petani di pedesaan yang dijadikan sebagai pekerjaan sambilan .
Uswatun memaparkan bahwa, ragam hias batik Tuban mengalami perkembangan sekitar tahun 1980. Hal itu didasarkan atas dual hal, pertama, adanya tuntutan jaman dan permintaan pasar yang menyebabkan bentuk-bentuk ragam hias asli Tuban tidak menarik lagi dan kurang diminati oleh masyarakat. Kedua, adanya penyuluhan dan pelatihan tentang proses pewarnaan dari Dinas Perindustrian Kabupaten Tuban baik melalui Program Kesejahteraan Keluarga (PKK) maupun pengrajin secara langsung . Perkembangan bentuk ragam hias batik Tuban sebagai akibat dari adanya komunikasi atau hubungan antardaerah pembatikan . Masuknya motif-motif dari luar daerah tersebut pada batik Tuban bukan berarti menggeser atau menghilangkan motif khas Tuban, namun mampu menambah perbendaharaan eksistensi ragam hias batik Tuban menjadi beragam dan unik. Hail itu dikarenakan masyarakat Tuban sebagai bagian dari masyarakat Jawa memiliki karakteristik dan kepribadian untuk menyeleksi, memilah-milah pengaruh budaya luar lingkungannya untuk kemudian disaring dan disesuaikan dengan budaya masyarakat setempat yang telah ada yang disebut dengan local genious .

C. Sejarah Batik Indonesia
Pandangan pertama mengenai asal-usul batik berasal dari luar, yang dalam hal ini batik bukan asli kebudayaan Indonesia adalah pendapat dari G.P. Rouffaer memaparkan bahwa seni batik yang ada di Indonesia berasal dari India yang dibawa oleh orang-orang Kalingga-Koromandel (India) yang beragama Hindhu ke Jawa pada abad 4 M, sebagai akibat dari adanya kontak perdagangan . Perkembangan batik dari Kalingga- Koromandel berjalan sampai pada periode pengaruh Hindhu berakhir, yaitu pada jaman kerajaan Daha di Kediri . Sudarsono mengatakan bahwa warna batik klasik yang terdiri dari tiga warna (coklat identik dengan merah, biru identik dengan hitam dan kuning atau coklat muda identik dengan warna putih), ketiga warna ini mempunyai alegori sesuai dengan tiga konsep dewa Hindhu yaitu Trimurti. Menurut Kuswadji Kawindrosusanto menuturkan bahwa, warna coklat atau merah merupakan lambang Dewa Brahma atau lambang keberanian, biru atau hitam merupakan lambang Dewa Wisnu atau lambang ketenangan, dan kuning atau putih lambang dewa Siwa. Hal ini menunjukkan peran orang-orang India (Hindhu) dalam keberadaan batik di Indonesia . Sementara itu, Pigeaut mencatat, bahwa perihal pembuatan batik tidak disebut-sebut dalam naskah-naskah Jawa pada abad XIV, kemungkinan batik pada waktu itu diimpor secara langsung dari India .
Pandangan kedua mengganggap bahwa seni batik memiliki akar sejarah yang sangat kuat di Indonesia, yakni batik merupakan kebudayaan asli Indonesia (cultural Identity). Dr. J.L.A. Brandes dalam teorinya “Brandes ten is point” menempatkan batik sebagai kebudayaan pra-sejarah yang sejaman dengan kebudayaan seperti gamelan, wayang, syair, barang-barang dari logam, pelayaran, ilmu falak dan pertanian. Wirjosaputro , menyatakan bahwa bangsa Indonesia sebelum mendapat pengaruh dari kebudayaan India telah mengenal aturan-aturan menyulam untuk teknik membuat kain batik, industri logam dan penanaman padi. Temuan teknik membuat batik semakin menguatkan betapa batik sudah menjadi milik kebudayaan Indonesia jauh sebelum bersentuhan dengan India. Di tinjau dari desainnya batik India mencapai puncaknya pada abad XVII M sampai XIX M, sedangkan di Indonesia batik mencapai puncaknya pada abad XIV M sampai XV M, selain itu juga motif-motif seperti kawung, ceplok dan cinde tidak terdapat di Kalingga-Koromandel (India) . Eksistensi batik pada masa lalu dapat ditelusuri melalui berbagai ragam hias pada batik klasik yang dapat dikaitkan dengan benda-benda purbakala peninggalan Hindhu-Jawa, seperti yang diungkapkan oleh S.K.Sewan Susanto sebagai berikut :
1. Motif lereng
Terdapat sebagai motif dari pakaian pada patung dewa Siwa (dari emas) terdapat dari daerah Gemuruh, Wonosobo, dekat Dieng (candi Dieng, abad ke-9 M), dan terdapat pada patung Manjusri yang terdapat di daerah semongan, Semarang abad ke-10 M
2. Motif ceplok
Dasar motif ceplok dari yang sederhana sampai yang bervariasi, terdapat gambaran pada :
a. Patung Padmapani abad ke-8 sampai abad ke-10, dari Jawa Tengah..
b. Patung Ganesha pada candi Banon (dekat Borobudur) abad ke-9.
c. Patung Brahma dari Singasari, berbentuk lingkaran-lingkaran yang diberi isen dan hiasan segi empat disusun berselang-seling.
3. Dasar motif kawung
Dasar motif kawung dari yang sederhana sampai yang bervariasi dengan bentuk-bentuk isen, terdapat gambaran pada :
a. Patung Parwati dari Jawa (jaman candi abad ke-8 sampai ke-10M) digambarkan kawung sederhana bentuk kecil
b. Patung Ganesha abad ke-13 M dari Kediri.
c. Patung Pradnyaparamita dari Malang Abad ke-14 M
d. Motif kawung lebih sempurna terdapat pada patung Syiwa dari Singasari dan
e. Patung Syiwa Mahadewa dari Tumpang Jawa Timur.
4. Motif Semen
Gambaran motif semen (meru, pohon hayat, tumbuhan, mega, dan candi) terdapat pada :
a. Hiasan makam Sendang Dhuwur-Paciran , Lamongan (1585 AD)
b. Hiasan dinding dari masjid tua pada kompleks makam Ratu Kalinyamat di Mantingan-Jepara (1559 AD)
5. Motif Sidomukti
Gambaran motif sidomukti terdapat pada :
a. Patung Ganesha dari Singasari (abad ke-13), bentuk motif ini dihiasi dengan bentuk garuda sederhana dan tengkorak
b. Patung Durga terdapat pada candi Singasari, pada kain tapih digambarkan motif kotak-kotak segi empat.
6. Motif Mega-Mendung
Berasal dari Cirebon, terdapat pada motif batik, maupun sebagai ukiran. Motif yang menyerupai motif mega-mendung adalah motif Padasan dan Rajek Wesi.
7. Pemakaian isen-isen cecek-sawut
Pemakaian cecek-sawut, yaitu gabungan antara deretan titik-titik dengan garis-garis sejajar, digambarkan dengan jelas, pada hiasan dari genderang-perunggu, ditemukan di Sangeang, gunung api dekat Bima. Barang ini dari zaman perunggu, isen motif berupa cecek-sawut ini tidak terdapat pada batik Indonesia.
8. Pemkaian titik-titik dalam motif
Motif yang menggunakan titik-titik, bentuk titik masih besar-besar, digambarkan pada pakaian Padmapani, dari zaman kebudayaan periode Jawa Tengah abad VIII M-X M. Titik-titik banyak digunakan pada pengisian motif batik, berupa deretan titik-titik atau kumpulan titik-titik.
Alfred Stainmann menyatakan bahwa batik tidak hanya di Indonesia saja, melainkan juga di negara lain seperti Cina, Rusia dan Thailand . Batik di Cina pada abad pertengahan disebut dengan “yapan”, sedangkan pada jaman dinasti T’ang (620-907) disebut “miao”. Batik di Rusia dikenal dengan nama “bhakora” sedang di Thailand desebut “pharung”. Hal senada juga diungkapkan oleh Moh. Yamin bahwa pada jaman kedatuan Sriwijaya ada hubungan timbal-balik yang erat antara Sriwijaya dengan Tiongkok pada abad ke-7 sampai abad ke-9 pada masa dinasti Sung atau T’ang . Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan batik ada dan muncul karena pengaruh dari kebudayaan yang dibawa oleh bangsa Cina, karena Cina berhubungan baik dengan Sriwijaya.



D. Fungsi Batik
Tradisi Jawa sangat menjunjung tinggi dan menghargai nilai-nilai etis dan estetis dalam berpakaian “Ajining Diri Saka Lati, Ajining Raga Saka Busana” (kehormatan diri terletak pada kata-kata, kehormatan badan terletak pada pakaian) . Penggunaan batik secara tradisional hanya untuk bebet dan jarit, sarung, dodot, selendang, ikat kepala atau udeng dan kemben seperti yang diungkapkan oleh Biranul Annas sebagai berikut :
Bebet dan Jarit merupakan kain yang berbentuk empat persegi panjang yang dililitkan mengelilingi pinggang. Panjangnya hingga pergelangan kaki, dengan lebar beragam antara 100 cm hingga 110 cm, sedangkan panjangnya kira-kira mencapai 250 cm . Bebet dikenakan oleh pria biasanya dengan lipatan kain besar-besar dan dililitkan ke arah kanan ke kiri. Jarit dipakai oleh wanita, dikenakan dengan cara dililitkan ke bagian badan mulai dari arah kiri ke kanan, biasanya ditambah dengan lipatan-lipatan (wiru atau wiron) tipis dibagian depannya . Sarung ialah kain yang dijahitkan antarsisi-sisi terpendeknya. Lebarnya hampir sama dengan kain panjang atau jarit, tetapi panjangnya hanya mencapai antara 180 cm hingga 220 cm . Sarung merupakan pakaian khas di pesisir uatara Jawa dan merupakan kostum asli masyarakat Melayu dan telah dipakai di seluruh kepulauan Indonesia. Pada umumnya bentuk rancangan sarung berisikan dua unsur dasar, yaitu badan dan kepala. Badan merupakan bagian paling lebar dari kain, memiliki luas bidang ¾ panjang sarung. Kemudian kepala pada dasarnya berupa alur bidang menyela ragam hias utama sarung, menempati ¼ panjang kain dan memotong besar kain. Kepala berada tegak lurus pada lebar bidang sarung, biasanya terletak ditengah atau di ujung sarung. Jenis kepala model lama memiliki ragam hias dengan dua buah deretan segitiga memanjang yang dinamakan tumpal .

Dodot merupakan wastra batik yang memiliki matra sangat khusus karena hanya dipakai dilingkungan kraton atau pada acara yang berkaitan dengan upacara adat kraton. Dodot dikenakan sebagai hak istimewa keluarga kerajaan dan hanya dipakai oleh Sultan, pengantin pria atau wanita dan penari kraton . Dodot dikenakan, dihiasi dan dilipat layaknya gaun panjang dengan rentean atau ekor dari serat yang menggantung pada salah satu sisinya, disertai dengan celana panjang sutra yang digunakan disebelah dalam dengan penonjolan corak pada celana panjang. Selendang merupakan kain panjang tipis yang dipakai untuk keperluan khusus oleh wanita . Kain ini dikenakan pada bahu dan dapat pula digunakan untuk menggendong bayi atau membawa keperluan pasar. Selendang gendongan yang digunakan di dalam kraton berukuran sama dengan jarit, yakni panjangnya kurang lebih 260 cm dan lebarnya 110 cm dengan kedua ujungnya diberi garis-garis putih berseling hitam selebar dua jari .
Ikat kepala atau udeng merupakan busana tambahan untuk kaum pria berbentuk bujur sangkar serta pemakainnya diikatkan secara luwes dan anggun pada kepala seperti layaknya surban . Kemben merupakan kain tipis sebagai penutup tubuh bagian atas (torso) wanita . Kemben digunakan untuk mengamankan kain atau sarung agar posisinya tidak melorot. Kemben dikenakan dengan cara dibebatkan di bagian atas tubuh mulai di bawah ketiak dengan pinggir bawah sedikit menutupi bagian atas jarit, selain itu kemben sering dipakai bersamaan dengan kebaya. Dalam perkembangan selanjutnya, penggunaan batik tidak terbatas untuk busana tradisional saja, tetapi berkembang lebih luas lagi antara lain digunakan sebagai alat perlengkapan rumah tangga (seperti : gorden, taplak meja, sprei, hiasan dinding, alas kursi, tas, dan sebagainya) serta sebagai busana non-tradisional (kemeja pria, gaun, dan sebagainya) . Selain itu, batik juga berfungsi sebagai ekspresi diri, yakni batik digunakan untuk mengekspresikan jiwa seniman. Batik sebagai sarana untuk mengungkapkan perasaan seniman.

E. Ragam Hias Batik
Watak yang paling menonjol dari bangsa Indonesia ialah kemampuan mengungkapkan ekspresi artistik. Sejak jaman prasejarah masyarakat Indonesia telah terampil melukis dinding-dinding gua. Kebutuhan terhadap ungkapan artistik tersebut kemudian disalurkan pada penganekaan ragam hias yang dijumpai di berbagai barang keperluan hidup termasuk di dalamnya produk-produk tekstil. Dorongan akan kebutuhan artistik pada tekstil membuka berbagai kemungkinan teknik penciptaan ragam hias pada batik. Secara garis besar bentuk ragam hias batik dapat dibagi kedalam empat kelompok yaitu, pertama, ragam hias yang tergolong dalam bentuk geometris. Kedua, ragam hias yang tergolong dalam ragam hias non-geometris, ketiga, kelompok ragam hias dengan bentuk stilasi, dan keempat, kelompok ragam hias bebas .
1. Ragam Hias Geometris
Ragam hias geometris disebut pula sebagai ragam hias ilmu ukur. Eksistensi ragam hias bentuk geometris sudah cukup tua. Hal itu dibuktikan melalui hasil penelitian oleh beberapa ahli antropologi dan arkeologi bahwa ragam hias geometris ditemukan melalui peninggalan-peninggalan masa lampau diantaranya terbukti dari benda-benda purbakala . Ragam hias geometris disusun oleh motif-motif geometris pula. Adapun beberapa motif yang tergolong ke dalam ragam hias geometris sebagai berikut:
a Golongan Motif Banji (swastika)
Motif banji merupakan dasar ornamen swastika yang disusun dengan tiap ujungnya. Nama “bandji” berasal dari tionghoa yang berasal dari kata “ban” berarti sepuluh dan “dzi” berarti beribu perlambang murah rejeki atau kebahagiaan yang berlipat ganda . Swastika tersebut dihubungkan satu sama lain dengan garis-garis. Ragam hias swastika menggambarkan lambang peredaran bintang-bintang dan lebih khususnya adalah lambang peredaran matahari . Dalam seni batik ragam hias swastika dipakai untuk mengisi bidang kain, yang terdiri dari gambar-gambar bergaris lurus, tetapi ada juga swastika yang dilukis menyerupai bentuk meander seperti pada ragam hias sebuah candi, yang disebut dengan ragam hias “ikal/kait”.
b Golongan Motif Ganggong
Golongan motif ini tersusun dalam tata susunan segitiga empat sisi (bujur sangkar). Motif ganggong sekilas hampir menyerupai motif ceplok, namun perbedaanya terletak pada bentuk isennya yang terdiri dari garis-garis yang panjangnya sama, sedang ujung garis yang paling panjang merupakan bentuk salib, tetapi pada motif ceplok tidak terdapat bentuk garis tersebut .
c Golongan Motif Ceplok
Motif ceplok merupakan motif batik yang di dalamnya terdapat gambaran-gambaran binatang dengan bentuk segi empat, lingkaran dan variasinya. Ornamen yang terdapat dalam motif ini menggambarkan bunga dari depan dan daun yang tersusun dalam lingkaran segi empat .
d Golongan Motif Nitik dan Anyaman
Dikatakan sebagai motif anyaman karena variasi dari cara menyusun titik-titik sekilas menyerupai bentuk anyaman. Motif nitik adalah semacam ceplok yang tersusun oleh garis-garis putus, titik dan variasinya yang tersusun menurut bidang geometris seperti halnya motif ceplok dan motif ganggeng .
e Golongan Motif Kawung
Motif ini menggambarkan biji buah kawung/ buah aren yang tersusun diagonal dua arah. Susunan biji-bijian tersebut sangat rapi yaitu empat buah bentuk oval yang tersusun dalam sebuah lingkaran, pada masa Hindu-Budha motif kawung berasal dari tengkorak seperti yang terdapat dalam arca Ganesha di Blitar namun pada masa Islam motif kawung mengalami pergeseran dalam interpretasi yakni berasal dari buah aren atau kolang-kaling yang memberikan makna eling (ingat).
f Golongan Motif Parang
Ada beberapa tafsiran yang berbeda dalam mengartikan corak ini. Pertama, lukisan parang yang tertekuk adalah pedang yang tidak sempurna atau rusak, sehingga corak ini bermakna kurang baik dan hanya mereka yang memiliki kekuatan tertentu saja yang dapat menangkal pengaruh buruk ragam hias tersebut. Parang rusak juga mempunyai makna sebagai pedang untuk melawan kejahatan dan kebatilan sehingga hanya boleh dipakai oleh orang-orang yang berkuasa yaitu raja dan penguasa. Kedua, corak ini juga diartikan sebagai lambang pertumbuhan, penuh kekuatan, dan kecepatan yang dipresentasikan oleh lambang khas raja yaitu bunga lotus (teratai). Parang rusak juga dinggap simbol kesucian dan kekuatan seperti Tuhan , sedangkan pada motif parang rusak barong menggambarkan roh jahat yang selalu menyerang manusia jadi kain batik dengan motif parang rusak barong ini menggambarkan suatu kekuasaan untuk menyerang musuh (roh jahat) .
2 Ragam hias non-geometris
Motif- motif yang termasuk golongan non-geometris yaitu motif-motif semen dan buketan terang bulan. Motif-motif golongan non-geometris tersusun dari ornamen-ornamen meru, tumbuhan (pohon hayat), candi, burung garuda, naga atau ular yang tersusun secara harmoni tetapi tidak menurut bidang-bidang geometris.
a Golongan Motif Semen
Motif semen melambangkan kekuatan, sumber dari segala keberadaan dan pusat kekuasaan . Semen berasal dari kata “semi” yang artinya tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari hidup dan gerak, dalam kehidupan flora diidentikkan dengan daun. Motif semen pada batik adalah motif yang mengandung gambar meru atau gunung beserta flora dan fauna yang hidup disekitarnya.
b Golongan Motif Buketan dan Terang Bulan
Motif buketan merupakan motif dengan mengambil tumbuh-tumbuhan atau lung-lungan sebagai ornamen atau hiasan yang disusun memanjang selebar kain, sedangkan yang dimaksud dengan terang bulan ialah kain batik yang kebanyakan dibuat untuk wanita (tapih), dibagian bawah terdapat bentuk segitiga atau tumpal.
3 Ragam Hias Stilasi
Pada dasarnya ragam hias stilasi murapakan penyederhanaan dari bentuk, teknik, detail dan anatominya. Stilasi atau penyederhanaan bentuk tersebut banyak diterapkan untuk menciptakan bentuk-bentuk ornamen seperti bentuk-bentuk tumbuhan, binatang dan manusia. Penggambaran bentuk ragam hias baik berupa tumbuhan, hewan maupun manusia secara utuh mengalami stilasi setelah masuknya pengaruh kesenian Islam di Nusantara. Dalam ajaran Islam, penggambaran makhluk hidup baik manusia maupun binatang secara keseluruhan dilarang, sebab menyebabkan penyekutuan terhadap Allah SWT, seperti salah satu haditsh yang diriwayatkan oleh Buchori bahwa “Sesungguhnya orang yang mendapat siksa oleh Allah adalah orang-orang yang membuat gambar” .
4 Ragam Hias Bebas
Penciptaan ragam hias bebas tidak menitik beratkan kepada unsur alam. Bentuk yang ditampilkan tidak sepenuhnya mengambil dari objek alam. Keluwesan dari bentuk-bentuk ragam hias bebas adalah tidak dibatasi oleh unsur-unsur alam saja, ruang lingkupnya lebih luas mulai dari aspek yang realis sampai aspek yang abstrak. Ragam hias bebas lebih banyak ditentukan oleh faktor kreasi. Ragam hias ini banyak memberi keleluasaan bagi para pendesain karena tidak dibatasi oleh kaidah yang baku, sehingga para pendesain banyak mengungkapkan kreasi dan keleluasaan dalam menciptakannya .

G. Perkembangan Bentuk Ragam Hias Batik Tuban
Ragam hias pada batik Tuban berkembang secara bebas dan sangat beragam dengan mendapatkan pengaruh-pengaruh dari berbagai ragam hias yang berasal dari luar daerah Tuban sebagai akibat dari adanya proses interaksi antar daerah pembatikan . Pada mulanya pengrajin batik Tuban tidak menciptakan ragam-ragam hias dari batik tradisonal seperti motif kawung, motif garuda, motif sidomukti, dan geringsing, tetapi dalam perkembangan batik Tuban motif-motif dari batik tradisional tersebut dibuat dan dipadukan dengan ragam hias asli batik Tuban dan diberi nuansa yang berbeda .
Onggal Sihite dalam tesisnya menjelaskan bahwa motif kawung merupakan penggambaran dari daun kelapa yang bentuknya di distorsi dan disusun silang, yang menggambarkan struktur dari jagad raya, pusat persilangannya merupakan sumber energi, dan miniatur dari jagad raya adalah kerajaan dan wakil Tuhan sebagai penguasa jagad raya adalah raja atau sultan selaku penguasa dan wakil Tuhan di muka bumi dalam artian wilayah Kraton. Motif kawung pada batik Tuban dipadukan dengan motif buketan berupa motif lung-lungan dalam bentuk patra gumulung kemudian diberi nama kawung buket. Penciptaan motif kawung yang lain pada batik Tuban juga dipadukan dengan motif-motif binatang seperti kupu-kupu yang terlihat pada motif pecethot beton. Penciptaan motif kawung yang lain pada batik Tuban juga terlihat pada motif dudo brengos, pada motif ini kawung dipadukan dengan motif suluran tepat pada bidang tengah kain.
Penggambaran motif garuda sebagian besar terdapat pada batik-batik tradisional di lingkungan Kraton seperti yang terlihat pada motif lar sawat, garuda ageng, semen gurdha dan sebaginya. Motif garudha pada batik Kraton menyiratkan makna simbolis yang dalam yakni melambangkan mahkota atau penguasa tinggi, sudah barang tentu dalam hal ini diidentikkan dengan eksistensi raja atau sultan sebagai penguasa tertinggi di Kraton yang sekaligus mendapatkan legitimasi dari Tuhan selaku wakil-Nya di dunia yang sesuai dengan gelar yang disandang raja atau sultan. Dalam hal ini yang mampu memelihara ketentraman dengan kuasanya hanyalah raja atau sultan yang dianggap dan dilegitimasikan sebagai wakil Tuhan di muka bumi, dari pada itu hanya raja yang boleh menggunakan motif atau corak ini dengan maksud hanya raja dan penguasa yang mampu dan memiliki kekuatan untuk memelihara dan memberikan keseimbangan berupa perlindungan kepada rakyatnya.
Garuda dalam mithologi Hidhu, dilambangkan sebagai wahana dewa Wisnu, yang juga sebagai simbol khusus Dewa Wisnu (dewa pemelihara) . Selain terdapat pada batik, motif-motif garuda sering dijumpai pada benda-benda kepurbakalaan Indonesia-Hindhu baik pada sebuah arca, candi maupun prasasti. Garuda mempunyai makna simbolis yaitu sebagai kekuatan pembebas seperti halnya cerita tentang Garudeya pada relief candi Kidal, Jawa Timur yang berupaya membebaskan ibunya Sang Winata dari Sang Kadru dengan membawa air Amerta, (A : tidak, Merta : mati) . Jadi, dapat disimpulkan bahwa burung garuda sebagai lambang keabadian seperti perjuangannya untuk mendapatkan air Amerta. Dalam hal ini motif garuda sering muncul pada batik Yogyakarta dan Surakarta. Motif garuda pada batik Tuban digambarkan dengan sepasang sayap setengah terbuka, ditepi masing-masing sayap dirangkai dengan motif sayap tertutup, seolah burung yang sedang hinggap dilihat tampak samping, motif ini disebut sebagai motif garudha mungkur, yang menjadi ciri khas motif garuda versi batik Tuban.
Ragam hias batik dengan motif sidomukti (sido : jadi, mukti : bahagia) memiliki makna sejahtera lahir dan batin. Kain motif ini biasa dipakai sebagai busana pengantin dengan harapan dapat mencapai kebahagiaan, berkecukupan, masa depan yang baik, kasih sayang, dan keluhuran budi setelah memperoleh anugerah dan limpahan-Nya . Batik sidomukti pada batik Tuban dibuat lebih semarak, dalam artian motif sidomukti dari batik Kraton tersebut dipadukan dengan motif ceplok bunga dan motif burung merak serta diberi latar warna coklat soga. Batik sidomukti versi Tuban ini dipercaya oleh masyarakat setempat mampu mendatangakan kebahagiaan khususnya kepada para pengantin yang hendak merajut benang kehidupan yang akan ditempuh. Oleh karena itu, motif batik ini sering dipakai pada acara-acara pernikahan atau biasa disebut panggih.
Pada corak geringsing (isen-isen) tergambarkan susunan bentuk biji buah asam (klungsu : dalam bahasa Jawa), yang latar sejarahnya corak ini termasuk salah satu corak pada batik tua yang juga disebut-sebut pada jaman sebelum Majapahit . Sedang pada corak geringsing pada batik Tuban dibuat lebih semarak dan unik yakni dipadukan dengan motif lunglungan, kupu-kupu, tumbuhan dan burung yang disebut dengan motif geringsing buket. Pada motif lunglungan terdapat tambahan corak tangkai tumbuhan yang berlekuk berkesinambungan yang seringkali juga ditambah dengan lukisan burung (phoenix) berekor panjang berliuk-liuk, yang menjadi motif geringsing khas batik Tuban .
Salah satu pengaruh ragam hias Cina yang menonjol pada perkembangan ragam hias batik Tuban adalah motif batik Lok Chan dengan motif utamanya adalah burung Phunik. Batik Lok Chan pertama kali dibuat di daerah Pantai Utara Jawa Tengah (Rembang, Juwana, Pati, dan Lasem) . Batik Lok Chan kemudian tersebar ke beberapa daerah pantai utara Jawa lainnya seperti, Indramayu, Cirebon, Tuban, serta dipakai pada upacara adat atau sebagai pelengkap busana yang melambangkan kedudukan seseorang . Kun Lestari, dkk dalam bukunya, mengatakan bahwa Tuban letaknya berdekatan dengan Lasem yang dikenal sebagai daerah pembatikan, kedekatan wilayah/lokasi dan hubungan masyarakatnya sangat mungkin menyebabkan kesamaan dalam penciptaan seni termasuk dalam seni membatik dengan corak dan ragam hiasnya sebagai akibat dari adanya proses interaksi antar derah pembatikan. Batik Lok Chan pada batik Tuban disebut batik motif locanan.
Pada batik motif locanan ini menampilkan motif utama burung phunik dan motif tambahan berupa rangkaian daun dan bunga. Motif tambahan tersebut ditampilkan untuk mengisi seluruh bidang di sela-sela motif utamanya. Motif burung phunik digambarkan dengan ukuran yang cukup besar diatur berderet mengikuti alur bidang kain. Kedua sayapnya dilukiskan sedang mengembang, paruh terbuka, dan ekor mencuat tinggi ke atas. Motif burung phunik yang digambarkan dengan kedua sayapnya ke atas, ekor digambarkan pendek (seolah-olah tidak berekor) .


I. Daftar Pustaka

Amri Yahya. 1985. Sejarah Perkembangan Seni Lukis Batik di Indonesia. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Arwan Tuti Artha, Heddy Shri, Ahimsa Putra. 2004. Jejak Masa Lalu Sejuta Warisan Budaya. Yogyakarta: Kunci Ilmu.

Bandi. 1992. Batik Gedog Tuban. Surabaya: Proyek Pembinaan Permuseuman Jawa Timur.

Biranul Annas. 1997. Batik Kraton dan Pesisiran (Sejarah dan Aspek Sosial Budaya). Yayasan Harapan Kita/BP3 TMII.

Casta. 2003. Melacak Sejarah Perkembangan Batik Trusmi Cirebon. Yogyakarta: Institut Seni Indonesia Yogyakarta.

Dharsono. 2004. Budaya Nusantara (Kajian Konsep Mandala dan Konsep Triloka Terhadap Pohon Hayat Pada Batik Klasik). Bandung: Rekayasa Sains.

Hoop, Van Der A.N.J.Th. a Th. 1949. Indonesische Siermotieven. Uitgegeven Door Het, Koninlijk Bataviaasch Genootschap Van Kunsten en Wetenschappen.

Iwan Tirta. “Simbolisme Dalam Corak dan Warna Batik” dalam majalah femina No. 28/XIII-23 Juli 1985.

Jazir Marzuki. 1964. Batik Pola dan Corak. Jakarta: Djambatan.

Kun Lestari, Tin Suhartini, Hartanto. 2006. Rona Batik Tuban Mantap Menawan. Tuban: Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Tuban.

Kuswaji Kawindrasusanta, “Mengenal Seni Batik di Yogyakarta” dalam Sana-Budaya, Maret 1982.

Mustadji. 2001. Sejarah Kebudayaan Indonesia I. Surabaya: Unesa University Press.

Nian S Djoemena. 1990. Batik dan Mitra Jakarta: Djambatan.
_____________ . 1990. Ungkapan Sehelai Batik. Jakarta: Djambatan.

Onggal Sihite. 1997. Konflik dan Kerjasama pada Masyarakat Pelaku Kesenian Batik Kampung Taman (Tesis). Jakarta : Universitas Indonesia.

Purwadi. 2007. Busana Jawa (Jenis-Jenis Pakaian Adat, Sejarah, Nilai Filosofi dan Penerapannya). Yogyakarta: Pura Pustaka.

Santosa Doellah. 2002. Batik Pengaruh Jaman dan Lingkungan. Surakarta: Danar Hadi.

Saripin. 1960. Sejarah Kesenian Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita.

S.K Sewan Susanto. 1973. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Yogyakarta: Balai Penelitian Batik dan Kerajinan Yogyakarta.

____________ . “Perkembangan dan Pembaharuan Dalam Pembatikan” makalah disampaikan dalam rangka diskusi pembinaan pembatik muda tanggal 12 Nopember 1980.

Soedarsono SP. MA. 1998. Seni Lukis Batik. Yogyakarta : IKIP Negeri Yogyakarta.

Soegeng Toekio. 1987. Mengenal Ragam Hias Indonesia. Bandung: Angkasa.

Tim Penyusun. 1986. Sejarah Industri Batik Indonesia. Yogyakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan dan Batik.

Tim Penyusun. 2002. Catalogue Several Etnic Motif Design of Indonesia. Yogyakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan dan Batik.

Thomas Philip Kettly. “Batik dan Kebudayaan Populer”. dalam Prisma Mei 1987.

wawancara dengan Uswatun Hasanah pembatik dari desa Kedungrejo Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban di Sanggar batik "sekar ayu"
Diposkan oleh sejarah di 22:54
Label: skuter

PERISTIWA-PERISTIWA SEKITAR PROKLAMASI

A. Terbentuknya Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
BPUPKI atau Dokuritsu Junbi Cosakai dibentuk pada tanggal 1 Maret 1945. Tujuannya adalah untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting yang berhubungan dengan berbagai hal yang menyangkut pembentukan negara Indonesia merdeka.
Susunan pengurus badan penyelidik ini antara lain:
1. Badan perundingan, terdiri dari seorang ketua, seorang ketua muda, 60 anggota, dan 6 orang anggota orang Jepang tanpa hak suara. Kepengurusan ini diumumkan tanggal 29 April 1945. Badan ini diketuai oleh K.R.T Radjiman Wedyodingingrat dan ketua muda Icibangase.
2. Kantor tata usaha, dengan R.P Suroso sebagai kepala sekretariat merangkap ketua muda, dibantu oleh Toyahito Masuda dan AG Pringgodigdo.

Pada tanggal 29 Mei -1 Juni diadakan sidang pertama BPUPKI. Sidang pertama ini membahas mengenai dasar negara. Terdapat tiga pembicara yang mengemukakan dasar negara dalam sidang tersebut yaitu Mr.Muh Yamin, Mr.Supomo, dan Ir.Sukarno. Dalam pidatonya Muh.Yamin mengemukakan lima asas dasar kebangsaan Republik Indonesia sebagai berikut:
1) Perikebangsaan
2) Perikemanusiaan
3) Periketuhanan
4) Perikerakyatan
5) Kesejahteraan rakyat

Pada tanggal 31 Mei Mr.Supomo juga mengajukan dasar-dasar untuk Indonesia merdeka. Dasar-dasar yang diajukannya itu antara lain:
1) Persatuan
2) Kekeluargaan
3) Keseimbangan lahir dan batin
4) Musyawarah
5) Keadilan rakyat

Pada tanggal 1 Juni diadakan rapat terakhir dengan mendengarkan pidato Ir. Sukarno. Pidato tersebut kemudian dikenal sebagai hari lahirnya Pancasila. Dasar negara Indonesia Merdeka yang diusulkan Ir.Sukarno adalah sebagai berikut:
1) Kebangsaan Indonesia atau nasionalisme
2) Perikemanusiaan atau internasionalisme
3) Mufakat atau demokrasi
4) Kesejahteraan sosial
5) Ketuhanan yang maha Esa

Setelah mengakhiri persidangan pertaman, BPUPIKI melakukan reses selama satu bulan, tetapi sebelum reses telah dibentuk sebuah panitia kecil yang disebut panitia delapan yang bertugas menampung saran-saran dan konsepsi-konsepsi dari para anggota.
Anggota panitia kecil adalah:
Ketua : Ir.Sukarno
Anggota : Drs. Moh. Hatta, Sutardjo Kartohadikusumo, K.H. Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Otto Iskandardinata, Mr. Muhammad Yamin, dan A.A Maramis.

Tanggal 22 Juni 1945 panitia kecil mengadakan pertemuan dengan 38 anggota badan penyelidik. Pertemuan ini menghasilkan terbentuknya panitia sembilan yang terdiri dari : Ir. Sukarno, Moh. Hatta, Moh. Yamin, Ahmad Subardjo, A.A Maramis, Abdulkahar Muzakir, K.H Wahid Hasyim, H.Agus Salim dan Abikusno Cokrosuyoso.
Panitia sembilan menghasilkan rumusan Jakarta Charter atau piagam Jakarta. Piagam Jakarta berisi rumusan dasar negara Indonesia merdeka sebagai berikut:
1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2) (menurut) Dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Persatuan Indonesia
4) (dan) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5) (Serta dengan mewujudkan suatu ) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Pada persidangan kedua BPUPKI tanggal 10-16 Juli 1945, dilakukan perumusan terakhir draft dasar negara, pembahasan rancangan UUD termasuk juga pembukaan atau preambule. Untuk tugas ini dibentuk panitia perancang UUD yang diketuai oleh Ir.Sukarno dengan anggota 18 orang. Pada tanggal 11 Juli 1945 Panitia perancang UUD menyetujui isi preambule yang diambil dari piagam Jakarta. Panitia ini kemudian membentuk Panitia Kecil Perancang UUD yang diketuai oleh Mr.Supomo. Dalam sidang tanggal 14 Juli 1945, Ir.Sukarno melaporkan hasil kerja panitia yang diketuainya. Hasil kerja ini terdiri dari tiga hal, yaitu:
1) Pernyataan Indonesia Merdeka
2) Pembukaan UUD
3) Batang tubuh UUD

B. PERSIAPAN PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA
1. Penggantian BPUPKI menjadi PPKI
Setelah dianggap telah selesai menjalankan tugasnya BPUPKI dibubarkan dan sebagai gantinya dibentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Junbi Inkai pada tanggal 7 Agustus 1945. Ketuanya adalah Ir.Sukarno, dengan Moh. Hatta sebagai wakil ketua dan Ahmad Subardjo sebagai penasehat. Anggotanya terdiri atas 18 orang, 12 wakil dari jawa, 3 wakil dari Sumatra, 2 wakil dari peranakan Cina dan tanpa sepengetahuan Jepang anggota PPKI ditambah.

2. Peristiwa pemanggilan dua tokoh Indonesia ke Dalat
Jepang yang kedudukannya kian terdesak oleh Sekutu akhirnya memanggil beberapa tokoh pergerakan nasional Indonesia. Tokoh-tokoh yang dipanggil itu adalah Ir.Sukarno dan Moh.Hatta, keduanya bertolak ke Dalat (Vietnam) dari tanggal 9 -14 Agustus 1945. Jenderal Terauchi selaku panglima besar tentara Jepang di Asia Tenggara kemudian memberitahukan keputusan pemerintah Jepang yang antara lain:
a. Jepang menjanjikan kemeerdekaan Indonesia
b. Pembentukan PPKI
c. Penentuan wilayah Indonesia yang meliputi bekas jajahan Hindia Belanda.

3. Peristiwa Rengasdengklok
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 dan disebabkan adanya perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda mengenai proklamasi kemerdekaan. Kelompok tua antara lain adalah Ir. Sukarno, Mrs. Moh. Hatta dan Ahmad Subardjo. Sedangkan golongan muda antara lain :
a. Kelompok Sukarni, tokoh-tokohnya meliputi Sukarni, Adam Malik, Armoenanto, Pandoe Kartawigoena, dan Maroenta Nitimihardjo.
b. Kelompok Syahrir, tokoh utamanya adalah Syahrir
c. Kelompok pelajar, tokoh-tokohnya adalah Chaerul Saleh, Johan Noer, Sayoko, Syarif Thayeb, Darwis, dan Eri Soedewo
d. Kelompok Kaigun, tokoh-tokohnya adalah Soedirjo, Wikana dan E.Khairudin.
Setelah mendengar berita kekalahan Jepang atas Sekutu, kelompok muda menghendaki agar Indonesia segera diproklamasikan. Para pemuda tidak menghendaki jika kemerdekaan itu diperoleh sebagai hadiah dari Jepang, mereka menghendaki kemerdekaan diperoleh dari perjuangan bangsa Indonesia sendiri. Namun demikian golongan tua berpendapat bahwa pelaksanaan proklamasi tetap dilaksanakan di dalam PPKI untuk tidak memancing konflik dengan pihak Jepang. Akibat penolakan itu, kedua tokoh golongan tua itu diamankan dan disembunyikan ke Rengasdengklok, daerah Karawang- Bekasi. Tujuan pengamanan itu agar kedua tokoh tersebut tidak diperalat atau dipengaruhi oleh Jepang maupun sekutu. Alasan dipilih Rengasdengklok karena:
a. Daerah ini dilatarbelakangi laut Jawa, dengan demikian jika ada serangan dapat segera pergi melalui laut.
b. Sebelah Timur dibentengi oleh Wilayah Purwakarta dengan satu Daidan PETA
c. Sebelah Selatan ada PETA Cedung Gedeh
d. Sebelah Barat ada tentara PETA di Bekasi
Setelah melalui perbincangan yang cukup panjang, akhirnya Sukarno menganggukkan kepala dan menyatakan kesediaannya untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, tetapi dilakukan di Jakarta. Setelah kesepakatan dicapai, Sukarno dan Muh. Hatta akhirnya di jemput oleh Ahmad Soebardjo dan Soediro, dan pada sorenya mereka dikembalikan ke Jakarta.

4. PERUMUSAN TEKS PROKLAMASI

a. Tempat perumusan : di rumah Laksamana Tadhasi Maeda, jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta.
b. Saksi : BM Diah, Sudiro, Sukarni, Sayuti Melik
c. perumus : Ir. Sukarno sebagai penulis , dan Drs. Moh.Hatta serta Ahmad Subardjo sebagai penyumbang pikiran secara lisan.
d. Hal - hal lain:
- Sukarno menyarankan agar para saksi turut menandatangani naskah proklamasi, selaku wakil-wakil bangsa Indonesia.
- Sukarni, sebagai wakil dari golongan muda menolaknya dan mengusulkan agar naskah tersebut hanya ditandatangani oleh Sukarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia.
- Sukarno meminta Sayuti Melik untuk mengetik naskah proklamasi yang telah disetujui
- Pembacaan proklamasi dilaksanakan di kediaman Sukarno, Jalan Pegangsaan Timur no. 56 Jakarta, pukul 10.00 WIB.

TOKOH-TOKOH YANG BERPERAN DALAM PERISTIWA PROKLAMASI

1. Sukarno - Hatta : Proklamator kemerdekaan Indonesia
2. Syahrudin : Telegrafis yang menyiarkan proklamasi Indonesia ke seluruh dunia.
3. Frans S Mendur : Wartawan yang mengabadikan peristiwa-peristiwa penting dalam perjuangan kemerdekaan RI.
4. Soewirjo : Walikota Jakarta yang menyelenggarakan upacara Proklamasi
5. S.Suhud, Latif H, dan Tri Murti : pengibar bendera merah putih
6. Ibu Fatmawati : pembuat bendera Merah putih yang dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
7. Sayuti Melik : Pengetik naskah proklamasi
8. Sukarni, BM Diah dan Sudiro : saksi perumusan naskah proklamasi
9. Ahmad Subardjo : Penyumbang pikiran dalam perumusan naskah proklamasi dan tokoh golongan tua yang berhasil menjemput Sukarno-Hatta kembali ke Jakarta
10. Laksamana Maeda : Angkatan laut Jepang yang bersimpati terhadap perjuangan bangsa Indonesia dan menyediakan tempat perumusan naskah proklamasi
11. Cudanco Subeno : Komandan kompi tentara PETA di Rengasdengklok
12. Sukarni, Yusuf Kunto dan Singgih :membawa Sukarno-Hatta ke Rengasdengklok
13. Darwis dan Wikana : utusan yang menyampaikan keputusan rapat pemuda kepada Sukarno-Hatta